Selasa, 05 Maret 2013

First Kiss



            “Kevin oppa! Kau pikir apa yang sedang kau lakukan?!” seru Effie kesal pada Kevin, partner dance-nya, saat mereka sedang latihan dance.
            “Aku tahu apa yang sedang kulakukan! Sebaiknya kau berhenti mengeluh dan turuti mauku!” balas Kevin.
            “Hey, ada apa dengan kalian?” tanya Soohyun yang sudah berada di antara mereka. Eli, Jaeseop dan Kiseop juga ikut menghampiri mereka.
            Melihat kehadiran sang kekasih, Effie segera memeluk Eli erat, seakan-akan meminta pertolangan padanya dari amarah Kevin. Eli pun membalas pelukannya dan berbisik, ‘Tenang! Semuanya akan baik-baik saja,’ pada Effie tercintanya.
            Kevin yang melihat sikap pasangan baru itu pun semakin kesal. Bukannya menjelaskan permasalahannya pada Effie, lelaki itu keluar ruang latihan sambil membanting keras pintunya saat menutupnya.
            Semua orang yang berada di ruangan itu terperangah melihat emosi Kevin. Tidak ada yang menyangka bahwa Kevin bisa seemosi itu.

***

            Kevin membasuh wajahnya berkali-kali di toilet. Baru pertama kali ini dia merasakan perasaan itu. Cemburu. Ya… dia cemburu. Dia sudah jatuh hati pada Effie saat U-KISS dan C-REAL pertama kali bertemu di Music Bank beberapa bulan yang lalu. Ternyata, Eli pun merasakan hal yang sama pada gadis itu. Bahkan Eli bergerak lebih cepat darinya dengan menyatakan cintanya pada Effie dua minggu yang lalu. Seminggu kemudian, mereka mendapat kabar bahwa U-KISS dan C-REAL akan mengadakan show kolaborasi mereka pada bulan depan. Kabar buruk bagi Kevin karena dia dan Effie harus ber-duet pada show itu.
            “Kevin-ah, apa yang tadi kau lakukan padanya?” tanya Kevin pada dirinya sendiri setelah menyadari dirinya sudah melampiaskan emosinya pada Effie. Bukan salah Effie kalau gadis itu memilih Eli sebagai kekasihnya. Eli pun tidak tahu kalau dirinya juga menyukai gadis itu dan seharusnya dia turut bahagia melihat pasangan itu bersama. Mereka saling mencintai satu sama lain. Tapi, haruskah aku turut bahagia di saat hatiku terluka melihat mereka bersama? Batin Kevin bertanya-tanya.

***

            Sementara itu, di ruang latihan…
            “Kenapa Kevin oppa bisa semarah itu padamu, Effie?” tanya Chemi saat Effie kembali bergabung dengan member C-REAL lainnya.
            Effie menghela napas berat, lalu menggeleng lemah. “Aku juga tidak tahu. Tapi, kalian lihat kan sudah berkali-kali Kevin oppa menghentikan gerakan dance kami secara mendadak. Mungkin dia marah padaku karena aku memprotesnya,” jawab Effie.
            “Tapi, kan tak seharusnya dia seperti itu!” protes Redee. “Kenapa juga Kevin oppa menghentikan gerakan dance kalian semaunya? Kulihat, kau tidak membuat banyak kesalahan saat dance tadi. Tidak ada kesalahan besar!”
            “Apa kalian tidak merasa aneh?” tanya Lenny tiba-tiba. “Tidak biasanya kan Kevin oppa bersikap seperti itu? Oppadeul U-KISS lainnya juga terkejut saat melihatnya seemosi itu.”
            “Benar juga katamu, Lenny!” timpal Ann J. “Kevin oppa sangat ramah pada kita semua. Kalian masih ingat saat pertemuan kita dan oppadeul U-KISS di Music Bank? Dia benar-benar baik pada kita.”
            “Mungkin dia sedang ada masalah,” Redee menduga.
            “Kalau memang dia punya masalah, kenapa hanya aku yang dimarahinya?” tanya Effie dengan nada setengah kesal.
            Pintu ruangan itu berdecit terbuka. Tampak Kevin yang bagian atas tubuhnya basah akibat basuhan yang dilakukannya tadi di toilet secara berlebihan. Kehadirannya membuat suasana di ruangan itu lengang. Semua orang yang di sana seakan-akan sedang menduga apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal dengan senyum malaikatnya itu.
            Kevin menyadari perubahan suasana akibatnya, namun dia memilih untuk tidak peduli. Kevin berjalan menghampiri member U-KISS lainnya. “Ayo, kita latihan lagi!” ajaknya. “Kita semua, C-REAL dan U-KISS.”

***

            Sore harinya, bertepatan saat latihan dance mereka selesai, Deera Nuna memberitahukan mereka bahwa ada acara makan malam bersama antara C-REAL dan U-KISS, sekalian membicarakan persiapan untuk show kolaborasi mereka.
            Kevin menghela napas berat. Kenapa juga hal seperti ini bisa terjadi? Rutuknya di dalam hati. Lelaki itu kembali merasa kesal saat melihat Effie dan Eli saling tersenyum pada satu sama lain. Tentu saja mereka senang sekali karena masih punya lebih banyak waktu untuk berdua.
            Sebelum ke restaurant yang akan menjadi tempat makan malam mereka, C-REAL kembali ke dorm mereka untuk bersiap-siap, sedangkan U-KISS kembali ke rumah masing-masing karena mereka memang tidak tinggal di dorm.
            Sesampai di rumahnya, Kevin segera mandi untuk menghilangkan keringat di tubuhnya akibat latihan tadi. Dia menatap dirinya di cermin yang hanya mengenakan handuk di pinggangnya usai mandi. Aku harus terlihat tampan di hadapan Effie, batinnya. Aku tahu Effie tidak akan semudah itu jatuh cinta padaku, ditambah dengan sikapku padanya hari ini. Setidaknya, walaupun aku tidak bisa memilikinya, aku harus mempunyai hubungan yang baik dengannya. Kevin tersenyum pada bayang dirinya di cermin sambil memikirkan rencananya itu. Dia pun beranjak menuju lemarinya dan mulai memilih-milih pakaian.

***

            “Kenapa kau menjemputku?” tanya Kevin pada Eli dengan nada sedikit kesal. Mereka sedang dalam perjalanan menuju restaurant dengan mobil Eli. Kevin pun kaget saat mengetahui Eli sudah berada di depan gerbang rumahnya ketika dia akan berangkat menuju restaurant.
            Eli hanya tertawa kecil menanggapinya. “Memangnya kenapa? Aku hanya ingin berangkat bersamamu,” jawabnya. “Maafkan aku karena tidak memberitahumu sebelumnya. Aku ingin membuat kejutan kecil untukmu.”
            Kevin hanya terdiam sambil menatap ke luar jendela mobil. Wajahnya terlihat kesal. “Apa kau akan menjemput Effie?” tanyanya tiba-tiba. Jika Eli menjawab iya, habislah dia! Dia akan menjadi kambing congek di antara pasangan yang sedang kasmaran itu.
            Untungnya, Eli menggeleng. “Tentu saja tidak,” jawabnya datar. “Kami kan merahasiakan hubungan ini dari publik. Hanya U-KISS dan C-REAL yang tahu. Bahkan Deera Nuna tidak tahu kan? Kami pun sepakat untuk bersikap biasa saja, seperti sikap pada teman biasa.”
            Diam-diam Kevin menghela napas lega mendengarnya. Setidaknya dia tidak akan dibuat kesal dengan sikap pasangan baru itu selama acara makan malam berlangsung. Ah, andai saja kalian berdua memang hanya teman biasa… harapnya di dalam hati.

***

            Kevin hampir tidak bisa menahan dirinya saat melihat Effie malam itu. Saat dia menoleh pada Eli, lelaki itu pun tahu bahwa kawannya juga merasakan hal yang sama. Bahkan lebih, batin Kevin. Bagaimanapun kan dia kekasihnya.
            Malam itu, C-REAL benar-benar tampil memukau. Mereka sangat cantik dan beda dari biasanya. Sangat jauh bila dibandingkan penampilan mereka saat latihan dance dengan U-KISS. Tanpa diketahui U-KISS, C-REAL sebenarnya juga mengagumi penampilan para lelaki itu.
            Sepanjang acara makan malam, diskusi banyak dilakukan oleh petinggi-petinggi dari agensi masing-masing. Sementara C-REAL asyik berbicara dengan satu sama lain, begitu juga dengan U-KISS. Kevin sedang tidak mood untuk berbicara. Bahkan saat Kiseop menanyakan suatu hal, lelaki itu hanya berdeham mengiyakan. Entah apa yang ditanyakan Kiseop, lelaki itu tidak memperhatikannya. Tidak mau tahu lebih tepatnya.
            Sampai kemudian, Effie meminta izin untuk pergi ke toilet pada mereka semua. Kevin memperhatikan gadis itu. Akhirnya, Kevin benar-benar tidak bisa menahan dirinya dan dia meminta izin untuk keluar karena dia teringat janjinya untuk segera menelepon ibunya sesampainya dia di restaurant. Tentu saja itu hanya alasan yang dibuatnya untuk bisa keluar.
            Kevin menunggu Effie di depan pintu ruangan makan mereka. “Effie ya!” panggil Kevin setelah Effie muncul di koridor restaurant itu.
            “Oh. Kevin oppa,” hanya itu yang bisa dikatakan Effie. Gadis itu tentu saja heran dengan keberadaan Kevin di sana. “Apa acara makan malamnya sudah selesai?” tanyanya.
            Kevin menggeleng. “Masih berlangsung,” jawabnya, lalu menarik tangan Effie. “Ada yang ingin kukatakan padamu.”
            “Katakan saja.”
            “Tapi, tidak di sini. Ayo, kita pergi!”

***

            Di sebuah lorong kecil di luar bangunan restaurant itu, Kevin mengajak Effie untuk melakukan percakapan serius. Tempat itu benar-benar strategis. Tidak ada yang melewati tempat itu. Hanya ada penerangan kecil sehingga bisa menyamarkan sosok mereka.
            “Apa yang mau oppa katakan?” tanya Effie karena Kevin tak kunjung bersuara.
            Bukannya berbicara, Kevin menatap gadis itu lekat-lekat. Ada tatapan penyesalan pada tatapannya. Lelaki itu menghela napas panjang dan berkata, “Effie ya… maafkan aku… aku sudah memarahimu saat latihan tadi dan sikapku benar-benar buruk padamu, juga pada teman-teman yang lain.”
            Effie menatap wajah Kevin yang sekarang sedang menunduk. Tanpa diminta pun gadis itu sebenarnya sudah memaafkan Kevin. “Tidak apa-apa, oppa. Aku sudah memaafkan oppa,” katanya.
            “Benarkah?” tanya Kevin sangsi sambil menatap gadis itu.
            Effie mengangguk mantap. “Tapi, jangan kau lakukan lagi ya, oppa! Kau benar-benar membuatku takut,” akunya yang hanya ditanggapi Kevin dengan tawanya. Tanpa diduganya, lelaki itu memeluk tubuhnya erat, seakan-akan dia tidak mau melepaskannya. Tidak mau kehilangannya. “O-oppa…”
            “Ssshhh…” Kevin menyuruhnya diam. “Biarkan aku memelukmu, Effie ya,” katanya sambil menikmati bau tubuh Effie yang harum strawberry. “Baumu harum sekali.”
            “O-oppa… kita tidak bisa seperti ini,” kata Effie sambil mencoba melepaskan tubuhnya. Sekuat apapun dia, Kevin lebih kuat untuk menahan tubuhnya. Effie pun menyerah. “Ada apa denganmu, Oppa?” akhirnya Effie bertanya.
            “Effie ya… aku… aku mencintaimu,” aku Kevin begitu saja sambil mempererat pelukannya. “Aku sangat mencintaimu.”
            Tentu saja gadis itu terkejut bukan main. Apa yang tadi kudengar? Kevin Oppa mencintaiku?! Batinnya. “Aku salah dengar kan, oppa? Kau bilang kau…”
            Kevin segera memotong perkataan Effie dengan ciumannya di bibir Effie. Lelaki itu terus mempererat pelukannya setiap kali gadis itu ingin melepaskan diri darinya. Kevin tahu, Effie tidak bisa menerima sikapnya itu karena gadis itu tidak membalas ciumannya. Sambil menghela napas, Kevin melepaskan ciumannya. “Aku benar-benar mencintaimu, Effie.”
            Walaupun cahaya di sekitar mereka remang-remang, Kevin bisa melihat air mata yang mengalir di pipi Effie. Tanpa bicara apa-apa lagi, setelah merasa pelukan atas dirinya melemah, Effie berlari begitu saja meninggalkan Kevin sendiri.

***

            Sepulang dari acara makan malam bersama, Effie langsung mengganti bajunya dan mengasingkan diri di balkon dorm mereka. Member C-REAL lainnya tidak terlalu memperhatikan sikap Effie itu karena sudah terlalu lelah dengan semua jadwal mereka hari itu. Chemi, leader mereka, hanya menyuruh Effie untuk segera tidur karena jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Effie hanya mengiyakannya sambil lalu.
            Gadis itu masih mengingat pengakuan Kevin terhadapnya, dan juga ciuman itu. Tanpa disadarinya, Effie menyentuh begitu saja bibirnya dan kembali mengingat ‘rasa’ ciuman Kevin terhadapnya. Lembut dan manis, batinnya. Jadi, rasanya berciuman seperti itu. Hey, Effie! Sadarlah! Effie mulai membuyarkan lamunannya sendiri. Gadis itu kembali kesal pada Kevin. Bagaimanapun juga dia sudah mencuri ciuman pertamaku! Eli oppa saja belum menciumku! Kevin oppa benar-benar keterlaluan!!!

***

            Dua hari kemudian…
            Kevin membuka pintu ruang latihan dance mereka. Masih kosong. Lelaki itu melirik jam dinding yang tergantung di dinding ruangan itu. Pantas saja! Masih satu jam lagi latihan baru akan dimulai. Kenapa aku bisa datang secepat ini?
            Tiba-tiba, Kevin mendengar suara pintu ruangan dibuka. Lelaki itu cukup terpana setelah melihat siapa orang yang membuka pintu itu. Effie! Baru saja Effie hendak menutup pintu itu kembali, Kevin segera menarik gadis itu masuk ke dalam ruangan. “Mau kemana?” tanyanya sambil memperhatikan Effie yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Effie sengaja memalingkan wajahnya dari Kevin dan Kevin menyadari hal itu. “Ada apa denganmu?”
            “Kau jahat, oppa!” seru Effie begitu saja tanpa bisa ditahannya. Gadis itu mulai menangis.
            Kevin terkejut dengan seruan Effie. Ditambah lagi saat melihat gadis itu menangis. Kevin teringat akan kejadian malam itu. Rasa bersalah pun mulai menyerangnya. “Maafkan aku, Effie…” akunya sambil memeluk gadis itu. “Maafkan aku kalau yang kulakukan padamu waktu itu membuatmu benci padaku. Sungguh maafkan aku, Effie. Jangan membenciku,” pintanya memelas sambil mempererat pelukannya.
            “Kenapa kau tega melakukan itu padaku, oppa?” tanya Effie sambil mengisak. “Kau tahu kalau aku dan Eli oppa berpacaran. Kenapa kau tega menciumku? Kenapa kau mencuri ciuman pertamaku?”
            Kevin kembali terkejut. Dia melepaskan pelukannya dan menatap gadis itu lekat-lekat dengan tatapan tidak percaya dengan apa yang didengarnya tadi. “Apa kau bilang? Aku mencuri ciuman pertamamu?” ulangnya dan Effie menjawab dengan anggukan mantap. “Maafkan aku, Effie… aku sungguh tidak bermaksud…”
            “Berhenti meminta maaf padaku, oppa!” potong Effie dengan nada suara kesal. Gadis itu sudah menghentikan tangisnya. “Aku benar-benar tidak bisa menerima sikapmu itu padaku malam itu. Aku benar-benar kecewa padamu, oppa. Aku…”
            “Kumohon, jangan membenciku!” pinta Kevin sambil memegang kedua tangan Effie. “Apapun akan kuberikan untukmu, tapi, tolong jangan membenciku!”
            Effie terdiam sambil menatap wajah lelaki dihadapannya yang sedang merajuknya. Demi melihat wajah Kevin, Effie pun tidak tega dan memutuskan untuk menyetujuinya. Gadis itu mengangguk lemah.
            Kevin tersenyum bahagia melihat reaksi Effie itu. “Jadi, kau sudah memaafkan aku kan? Kita berteman?”
            Effie mengangguk sambil tersenyum kecil. “Tapi, semua tergantung padamu, oppa. Kalau kau memperlakukanku dengan baik, aku akan menjadi teman terbaikmu. Namun, kalau kau tidak memperlakukanku dengan baik, aku akan menjauhimu.”
            “As you wish, dear,” Kevin menyetujuinya sambil tersenyum. Namun, sebenarnya Kevin merasa sedih karena hubungan diantara mereka hanya sebatas teman, tidak lebih. Walaupun begitu, lelaki itu senang saat mengetahui dialah lelaki pertama yang mencium Effie. Dan sebenarnya, itu juga ciuman pertamanya.

***

Selasa, 08 Januari 2013

I Love You, Nuna...!!! (Part IV)


Main Cast:
- U-KISS’s Hoon
- Girls’ Generation’s Hyoyeon

***

“Eh? Mana Hyoyeon Nuna?” tanya Kiseop heran melihat Eli saja yang berada di meja mereka.
Eli mengangkat bahunya, cuek. “Entahlah. Kurasa, dia sedang menjawab panggilan teleponnya. Tadi hand phone-nya berbunyi,” jawabnya. “Mana Jaeseop?”
Kiseop menunjuk sahabat mereka itu yang sedang membantu Hoon dan Kevin membawa makanan mereka.
“Makanan datang!!!” seru Kevin gembira sambil menaruh nampan pesanan mereka di meja. “Pelan-pelan, Jaeseop-ah! Kau hampir menjatuhkan gelas smoothie-nya.”
“Ah, ya. Maaf, maaf…” aku Jaeseop. Dibantu Kiseop, dia menaruh piring-piring berisi makanan dan gelas-gelas berisi minuman di atas meja.
“Mana Hyoyeon Nuna?” tanya Hoon yang baru menyadari ketidakberadaan sang kekasih di antara mereka.
“Kata Eli sih Nuna sedang menjawab telepon,” Kiseop yang menjawab. “Aku makan duluan ya! Selamat makan!”

***

“Hah?! Kau dan Hoon berpacaran?! Sejak kapan?!” tanya Jessica di seberang sana. Tentu saja dia terkejut dengan berita dari sahabatnya itu. Dia tidak menyangka bahwa Hyoyeon akhirnya menyetujui rencananya beberapa hari yang lalu.
Hyoyeon tertawa kecil. Dia sudah menduga Jessica akan terkejut mengetahuinya. “Hari ini,” jawabnya singkat.
“Kau benar-benar mencintainya? Atau…”
“Tentu saja aku melakukan seperti apa yang kau katakan padaku waktu itu, Sica.”
“Ya Tuhan! Kau sudah gila?! Kan sudah kukatakan waktu itu aku tidak serius mengatakannya! Kenapa kau menyetujuinya sih!?”
“Hei, idemu itu bagus, tahu!” seru Hyoyeon. “Dan apa salahnya aku memanfaatkan Hoon untuk membalas sakit hatiku pada Eli?”
“Tentu saja salah, Hyoyeon-ah! Ya Tuhan, Sunny pasti akan membenciku jika dia tahu akan hal ini!” seru Jessica dengan perasaan bersalah.
“Kalau begitu, tidak perlu kita memberitahunya.”
“Hei, dia pasti akan mengetahuinya cepat atau lambat! Dan kita tidak bisa berlama-lama menyembunyikan ini darinya.”
“Ah, sudahlah! Oya, kau benar kalau Eli masih menyukaiku! Tadi dia sedikit kesal padaku saat mengetahui hubunganku dan Hoon.”
“Ah? Benarkah?”
“Yup! Ah, sudah dulu ya! Nanti kuceritakan lagi. Aku harus kembali bersama yang lainnya. Bye, Sica!”
Klik!
Hubungan diputuskan Hyoyeon. Gadis itu masih tersenyum saat memasukkan hand phone-nya ke saku jaket. Namun, wajah gadis itu spontan berubah pucat saat melihat kehadiran seseorang sewaktu dia hendak berbelok masuk ke dalam restaurant.

***

“Terima kasih ya, Hoon, sudah mentraktir kami makan siang!” Kevin mewakili Jaeseop, Kiseop, dan Eli untuk berterima kasih pada Hoon saat mereka dan Hyoyeon tiba di halte bus.
Hoon tertawa kecil. “It’s okay-lah! Tidak usah terlalu formal begitu, Kevin-ah,” katanya.
“Sering-sering saja kau mentraktir kami!” goda Jaeseop yang hanya ditanggapi Hoon dengan tawa. Lelaki itu lalu menatap sunbae mereka yang sejak makan tadi berubah menjadi lebih pendiam. “Hyoyeon sunbaenim, kau tidak apa-apa?”
Hyoyeon yang tidak menyangka akan ditanya itu cukup terkejut mendengarnya. Dia tersenyum kaku pada Jaeseop. “Aku baik-baik saja,” jawabnya.
“Benarkah?” kali ini Kiseop yang bertanya. Kiseop memerhatikan Hyoyeon penuh selidik. “Nuna, kau benar-benar tidak kelihatan baik-baik saja. Kau sakit?” tanyanya lagi yang hanya digelengi Hyoyeon. “Hoon-ah, kau harus mengantar Nuna pulang.”
“Ya? Kiseop-ah, apa sih yang kau katakan? Tidak! Tidak! Aku bisa pulang sendiri. Aku benar tidak apa-apa kok. Aku sehat-sehat saja. Sungguh!”
“Tidak, Nuna, aku mencemaskanmu. Lebih baik ada yang menemanimu. Kalau kau pingsan di jalan? Atau sesuatu yang buruk terjadi padamu?”
“Kau ingin aku mengalami hal itu, Kiseop-ah?”
“Bukan begitu, Nuna! Maksudku…”
“Biar aku saja yang mengantarmu pulang, Nuna,” tiba-tiba, Eli mengajukan dirinya, membuat empat lelaki lainnya dan Hyoyeon sendiri terkejut mendengarnya. “Kenapa?” tanyanya santai menyadari tatapan bingung mereka.
“Masih ada Hoon yang bisa menemani Hyoyeon sunbaenim,” Kevin yang menjawab. “Dan Hoon pacarnya. Kau pulang bersama kami! Lagipula, kau kan sudah berjanji akan membantu menyelesaikan tugas seni rupa-ku.”
“Ya sudah, teman-teman, kita berpisah di sini, ok?” kata Hoon sambil menarik tangan Hyoyeon. “Kami pulang dulu ya!”

***

“Ya. Semua yang kau dengar itu benar, Hoon-ah,” kata Hyoyeon saat keduanya berjalan menyusuri jalan menuju rumah Hyoyeon. “Aku memanfaatkanmu untuk membalaskan dendamku pada Eli. Ya. Aku jahat. Tidak berperasaan. Dan yah… aku salah. Maafkan aku, Hoon-ah…” Hyoyeon diam, menunggu reaksi lelaki yang berjalan di sampingnya. Gadis itu menghela napas berat karena Hoon hanya diam. “Kalau kau ingin kita putus, silahkan.”
“Jadi, kau tidak mencintaiku, Nuna?” akhirnya Hoon bersuara. “Kau sama sekali tidak pernah mencintaiku?”
“Hoon, dengar…” kata Hyoyeon sambil menghentikan langkahnya, juga langkah Hoon. Gadis itu menggenggam tangan Hoon dan mengelusnya perlahan. “Kau kan sudah tahu alasannya kenapa aku tidak menerimamu jadi pacarku dari awal. Karena kau lebih muda dariku. That’s it!”
Hati Hoon serasa hancur berkeping-keping mendengar jawaban itu. Secara tidak langsung, Hyoyeon menjawab bahwa dia tidak mencintainya. Mata Hoon mulai terasa panas. Dia menahan keras untuk tidak menangis. Akan terlihat konyol kalau Hyoyeon Nuna melihatku menangis. Dia pasti akan menganggapku bayi! Batinnya. Lelaki itu menghela napas panjang untuk menormalkan suasana hatinya. “Tapi, kenapa kau mencintai Eli? Eli dan aku sebaya. Dia juga lebih muda darimu, Nuna…”
“Tidak, Hoon-ah. Aku sudah tidak mencintainya lagi,” akunya. “Dia benar-benar sudah membuatku sakit hati waktu itu. Karenanya aku tidak tertarik dan tidak mau berpacaran dengan lelaki yang lebih muda.”
“Memangnya apa yang sudah dilakukannya padamu, Nuna?” Hyoyeon tidak menjawab, membuat Hoon semakin penasaran. “Nuna?”
“Lupakan saja, Hoon-ah. Aku tidak mau membahasnya.”
“Haruskah aku ikut membencinya?”
“Tidak. Jangan! Aku juga tidak lagi membencinya. Itu masa lalu. Dan Eli adalah lelaki yang sangat baik sebenarnya,” kata Hyoyeon yang diam-diam disetujui Hoon di dalam hati. “Jadi, apa yang akan kau lakukan pada hubungan kita? Kau akan memutuskanku kan?”
Hoon terdiam sambil menatap lekat-lekat wajah Hyoyeon. Jujur saja, Hoon memang sangat marah saat mengetahui itu semua, tentang cinta palsu Hyoyeon dan kenyataan bahwa gadis itu sama sekali tidak pernah mencintainya. Tapi, Hoon sudah terlanjur cinta sekali padanya. “Bisakah kita mencoba terus seperti ini untuk beberapa hari atau minggu atau bulan ke depan, Nuna?” tanyanya sambil membalas genggaman tangan gadis itu dan mendekatkannya pada dadanya.
Hyoyeon menatap mata Hoon. Gadis itu lalu mengangguk pelan, tidak kuasa untuk menolak.
“Benarkah? Kau tulus kan mau melakukannya?” tanya Hoon untuk memastikan.
Kali ini Hyoyeon mengangguk mantap sambil tersenyum. “Ya, aku tulus mau melakukannya. Tapi, kau harus merahasiakan ini semua. Tentang aku dan Eli. Ok?” pintanya yang diangguki Hoon.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Hyoyeon sambil tersenyum. Tangan mereka masih saling tergenggam satu sama lain sambil sesekali mereka ayun-ayunkan dengan pelan.

***

-THE END-

I Love You, Nuna...!!! (Part III)


Main Cast:
- U-KISS’s Hoon
- Girls’ Generation’s Hyoyeon


***


Beberapa hari kemudian, Hoon tetap saja menyatakan cintanya pada Hyoyeon yang masih berujung penolakan. Tidak selesai sampai di situ. Hoon terus menerus menyatakan cintanya tanpa kenal lelah. Hyoyeon pun tetap teguh pendirian. Walaupun kesal, gadis itu tidak marah-marah saat menolaknya.
Lama-kelamaan, Kevin, Eli dan Jaeseop tahu hal itu. Bahkan sebagian besar murid di sekolah mereka pun tahu. Hal inilah yang membuat Hyoyeon kesal karena teman-temannya sering menggodanya karena disukai oleh hoobae.
“Kenapa sih kau tidak menerimanya saja?” tanya Sunny suatu saat di kantin.
“Iya. Hoon itu ganteng, badannya bagus, dan kelihatannya baik,” timpal Jessica sambil mengaduk jus jeruknya dengan sedotan.
“Kalian tahu kan kalau aku tidak memacari hoobae,” kata Hyoyeon mengingatkan.
“Tahu. Tapi, kurasa, Hoon bukan hoobae yang brengsek seperti Ellison.”
“Please, jangan sebut nama itu lagi!” seru Hyoyeon sambil menatap Jessica tajam.
“Oke, oke…” Jessica mengiyakan. “Ah, ya! Kudengar Hoon itu anggota klub taekwondo juga lho!”
“Lalu, apa hubungannya dengan Hyoyeon?” tanya Sunny tidak mengerti, sementara Hyoyeon diam saja sambil menatap Jessica.
Jessica tidak mengacuhkan pertanyaan Sunny itu. Dia menatap Hyoyeon lekat-lekat. “Kau tahu, kalau kau dan Hoon berpacaran, kau bisa memanas-manasi Ellison-mu itu dengan bermesra-mesraan dengan Hoon di depannya saat latihan taekwondo. Ya… kasarnya sih kau memanfaatkan Hoon. Bagaimana?”
“Kenapa sih kau tidak bisa berhenti mengucapkan namanya? Aku sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi dengannya!” omel Hyoyeon dengan nada frustasi.
“Benarkah? Kau masih sering ke kelasnya kan untuk bertemu Kiseop walau sebenarnya kau ingin melihat Ellison-mu?”
Hyoyeon tidak menjawab. Wajah gadis itu memerah. Tentu saja yang dikatakan Jessica benar adanya. Kenapa dia bisa tahu?
“Kurasa, Ellison-mu itu juga masih menyukaimu. Manfaatkanlah Hoon dan balas sakit hatimu pada Ellison! Aku juga muak dengan gayanya yang sok ganteng!”
“Dia memang tampan, Sica! Semua murid juga mengakuinya,” Sunny membela. “Aku tidak setuju dengan rencanamu. Itu terlalu jahat untuk Hoon yang tidak tahu apa-apa tentang hubungan Hyoyeon dan Eli di masa lalu.”
“Well, aku juga tidak serius dengan ucapanku tadi. Aku hanya tidak menyukai sikap Ellison pada Hyoyeon waktu itu. Sangat tidak suka!”
Hyoyeon masih terdiam. Dia sudah tidak peduli lagi dengan perdebatan dua sahabatnya itu. Otaknya sedang memikirkan suatu hal. Kenapa tidak kulakukan? Batinnya sambil diam-diam tersenyum dan kembali meminum jus jeruknya.

***


“A-apa?! A-aku tidak salah dengar nih?”
“Apa kau ingin kutarik kembali kata-kataku tadi?”
“Tidak! Tidak! Tentu saja tidak! Aku hanya…” Hoon tidak dapat menyembunyikan perasaan senang yang sedang dirasakannya saat itu. Tanpa bisa ditahannya, lelaki itu terus tersenyum sambil menatap sunbae-nya itu. Jujur saja, dia masih syok dengan yang dikatakan Hyoyeon padanya. “Aku hanya tidak percaya dengan pendengaranku sendiri. Kau benar ingin jadi pacarku, Nuna?” tanyanya lagi untuk memastikan. Dan dia bersorak girang saat melihat anggukan mantap Hyoyeon. Refleks, dipeluk Hyoyeon erat. “Terima kasih, Nuna! Terima kasih…”
Hyoyeon yang tidak menyangka akan dipeluk itu pun jadi salah tingkah. Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan Hoon. “Hei, Hoon-ah! Banyak orang di sini! Kau tidak malu kalau jadi tontonan mereka?”
Hoon menurut. Dilepaskan tubuh Hyoyeon dari pelukannya. Kini Hoon menatap Hyoyeon dengan senyum dan tatapan hangatnya. “Ah, ya! Teman-temanku harus tahu berita baik ini!” seru Hoon.
“Teman-temanmu yang mana?”
“Jaeseop, Kiseop, Kevin dan Eli. Sahabat-sahabatku lebih tepatnya. Kau keberatan?”
“Tidak. Kenapa harus?”
“Kalau begitu, ayo, kita pergi!”
“Pergi kemana? Lagipula latihan dance-ku belum selesai, Hoon-ah.”
“Ah! Aku lupa. Oke, aku akan menelepon mereka untuk bertemu kita di Mihwan’s Café. Setelah latihan dance-mu selesai, kita juga akan pergi ke sana. Oke?”
Hyoyeon hanya mengangguk sambil tersenyum. Gadis itu turut bahagia melihat kebahagiaan Hoon.

***


“Akhirnya… aku dan Hyoyeon Nuna resmi berpacaran!” seru Hoon senang pada empat sahabatnya itu saat mereka semua sudah berkumpul di tempat yang sudah dijanjikan. Hyoyeon hanya tersenyum senang mendengarnya.
“Wow… congrats!” seru Kiseop heboh yang juga turut diikuti Jaeseop dan Kevin. “Tapi, Nuna, kau bilang kau tidak akan berpacaran dengan hoobae!”
Hyoyeon meringis malu. “Maafkan aku, Kiseop-ah! Kurasa, pernyataanku waktu itu tidak berlaku untuk Hoon-ku ini,” jawab Hyoyeon yang langsung mendapatkan sorakan riuh menggoda dari Jaeseop dan Kevin pada pasangan baru itu.
Kiseop merengut. “Kalau tahu seperti itu, aku juga mau menjadi pacarmu, Nuna-ya…” sesalnya.
“Hei, Kiseop-ah! Hyoyeon Nuna sudah jadi milikku sekarang,” kata Hoon memperingati sambil tersenyum.
“Tahulah. Beruntung kau, Hoon! Aku turut gembira,” katanya tulus sambil mengumbar senyum manisnya pada Hoon dan Hyoyeon.
“Ya sudah, kalian mau pesan apa?” tanya Hoon kemudian.
Setelah mereka menentukan pesanan masing-masing, Hoon dan Kevin pergi untuk memesan makanan.
“Jaeseop-ah, antarkan aku ke toilet!” pinta Kiseop dengan wajah memelasnya.
“Memangnya kau tidak bisa ke toilet sendiri?” tanya Jaeseop yang enggan untuk mengiyakan permintaan Kiseop.
“Ayolah… kumohon…”
Akhirnya, di meja itu tinggal Hyoyeon dan Eli yang menempati.
“Sejak kapan kau dan Hoon berpacaran, Nuna?” tiba-tiba, Eli bertanya. Matanya menatap tajam pada Hyoyeon dengan raut wajah serius.
Hyoyeon bisa mersakan kemarahan lelaki itu pada matanya. Diam-diam, dia tersenyum. “Hari ini. Kenapa?”
Eli tidak langsung menjawab. Lelaki itu masih tidak melepaskan tatapannya dari sunbae-nya itu. “Kenapa kau melakukan ini padaku?” tanyanya lagi, kali ini terdengar putus asa.
“Memangnya ada hubungan apa denganmu? Aku bebas kan berpacaran dengan siapa saja? Kau bukan siapa-siapa untukku, Ellison Kim.”
“Tapi…”
Kalimat Eli terpotong oleh dering hand phone Hyoyeon. Gadis itu mengecek nama si penelepon. Jessica? Tumben. Dia pun pergi meninggalkan Eli tanpa berkata apa-apa lagi untuk menjawab panggilan Jessica.

To be Continued…

I Love You, Nuna...!!! (Part II)


Main Cast:
- U-KISS’s Hoon
- Girls’ Generation’s Hyoyeon


***


“Siapa namanya? Yeoyon?”
Kiseop menatap Hoon dengan tatapan tidak mengerti. “Yeoyon? Namanya siapa?” lelaki itu balik tanya sambil memasuki peralatan tulisnya ke dalam tas. Pelajaran terakhir sudah usai dan sekarang saatnya pulang.
“Itu… nama gadis yang kutabrak di kantin. Kudengar kau sempat memanggil namanya.”
“Oh. Namanya Kim Hyo Yeon. Kenapa?”
“Dan kau memanggilnya dengan sebutan nuna? Dia sunbae kita?”
“Ya. Kenapa sih?”
Hoon terdiam sejenak sambil menatap Kiseop. “Dia itu gadis yang tidak sengaja terkena lemparanku kemarin. Kau masih ingat? Saat kita bermain basket di sport arena di Daejoon Park.”
“Hah? Benarkah?”
Hoon mengangguk meyakinkan. “Oya, kau mengenalnya? Hyoyeon Nuna itu.”
Kini ganti Kiseop yang mangangguk. “Em! Aku dan Hyoyeon Nuna berada di klub dance. Dia benar-benar penari yang sangat hebat! Kami sering ngobrol kalau sedang di klub. Hey, ada apa sih kau menanyakannya terus?” tanya Kiseop penasaran sambil memandang Hoon penuh selidik. Tiba-tiba saja dia tertawa. “Ahahaha… kau jatuh cinta padanya ya?”
“Siapa yang sedang jatuh cinta?” tanya Eli yang tiba-tiba saja sudah bergabung dengan Hoon dan Kiseop. Kevin dan Jaeseop ikut bergabung.
“Bu-bukan… maksudku…”
“Kau sedang jatuh cinta, Hoon-ah?” tanya Jaeseop dengan tatapan menggodanya.
“Aw, aw… Hoon kita jatuh cinta!” seru Kevin senang.
Untung saja di kelas mereka itu sudah tidak ada lagi murid lain di dalamnya. Jadi, Hoon tidak perlu menanggung malu lebih banyak lagi atas ucapan kawan-kawannya itu. “Kalian apa-apaan sih?” omelnya.
“Tapi, Hoon, Hyoyeon Nuna tidak suka laki-laki muda seperti kita,” kata Kiseop tidak memedulikan omelan Hoon. “Dia pernah bilang padaku tentang tipe laki-laki idamannya. Salah satu tipenya ya itu tadi, usianya tidak lebih muda darinya. Kau pasti ditolak mentah-mentah olehnya!”
“Benarkah?”
“Tuh kan! Kau benar-benar menyukainya kan?”
Hoon hanya cemberut mendengar kata-kata Kiseop.
“Memangnya Hyoyeon Nuna siapa sih?” tanya Kevin.
“Itu tuh, gadis yang terkena lemparan Hoon kemarin di Daejoon Park,” jawab Kiseop.
Kevin mengerutkan dahinya, tidak mengerti.
“Kevin dan Eli kan tidak ada saat kejadian. Mana mereka tahu insiden itu,” kata Jaeseop mengingatkan.
“Nanti kuberitahu kau yang mana Hyoyeon Nuna,” kata Eli pada Kevin.
“Kau tahu orangnya?” tanya Hoon tidak percaya.
Eli mengangguk. “Sudah ah, yuk, kita pulang!”

***


Hoon terkejut melihat Hyoyeon berada di depan pintu kelasnya pagi itu. Tumben. Mau apa ya dia? Batinnya penasaran. Lalu, dia menghampiri sunbae-nya itu. “Mencari siapa, sunbaenim?” tanyanya yang rupanya mengagetkan Hyoyeon. “Ah, maaf, membuatmu terkejut…” akunya sambil membungkukkan tubuhnya.
“Tidak apa-apa,” jawab Hyoyeon singkat. Gadis itu menatap Hoon sejenak, lalu menjawab, “Aku ingin bertemu Lee Ki Seop. Kau murid kelas ini juga?”
Hoon mengangguk sambil berdeham mengiyakan. Lelaki itu melongokkan kepalanya sebentar ke dalam kelas. Kiseop tidak ada di sana. Jaeseop, Eli dan Kevin juga tidak ada. “Tidak ada, sunbaenim,” katanya kemudian sambil menatap sunbae-nya itu. Diam-diam, dia menikmati betul wajah gadis di hadapannya itu. Kapan lagi bisa berlama-lama menatapnya seperti ini? Nuna-ya, kenapa wajahmu bisa secantik itu? “Ada perlu apa? Atau ada yang mau kau titipkan padanya?”
Hyoyeon menggeleng cepat dan raut wajahnya berubah muram. “Tidak ada,” jawabnya singkat. “Oya, panggil aku nuna saja. Sunbaenim terlalu formal untukku,” lanjutnya, lalu pergi meninggalkan Hoon.
“Nuna!” panggil Hoon cepat, membuat Hyoyeon membalikkan badannya dan menatap Hoon. Hoon tersenyum lebar padanya. “Namaku Yeo Hoon Min.”
Hyoyeon hanya tersenyum geli setelah sadar bahwa hoobae-nya itu ingin berkenalan dengannya. Aneh juga sebenarnya. Sudah tiga kali mereka bertemu secara sengaja dan dia tidak tahu nama lelaki itu. Well, tidak mau tahu lebih tepatnya. “Namaku Kim Hyo Yeon.”

***


Sejak perkenalan itu, Hoon jadi sering menemani Kiseop latihan dance di klub-nya hanya untuk bisa melihat atau menyapa atau sedikit berbicara dengan Hyoyeon. Belakang dia tahu bahwa Hyoyeon adalah gadis yang tidak terlalu banyak berbicara. Pernyataan Kiseop yang mengatakan bahwa Hyoyeon adalah penari yang hebat memang benar adanya. Hoon sudah melihatnya dan itu semakin membuatnya lebih menyukai gadis itu.
“Nuna, jadilah pacarku…”
Hyoyeon yang sedang minum langsung tersedak setelah mendengar permintaan dari Hoon. “Apa kau bilang?” tanyanya disertai dengan batuk-batuk kecil akibat dari ketersedakkannya tadi.
“Kau tidak apa-apa, Nuna?” Hoon balik tanya karena cemas dan tidak menduga Hyoyeon akan terkejut mendengar permintaannya.
“Aku salah dengar kan? Kau ingin aku jadi pacarmu?” tanya Hyoyeon lagi, tidak memedulikan pertanyaan Hoon.
Hoon terdiam sambil serius manatap Hyoyeon. “Kau tidak salah dengar. Aku benar-benar ingin kau menjadi pacarku, Nuna,” jawabnya.
Kali ini Hyoyeon tertawa kecil sambil menatap Hoon seakan-akan lelaki itu bocah lima tahun yang telah menyebalkan. “Tidak, Hoonmin. Aku tidak ingin berpacaran dengan hoobae,” tolaknya mentah-mentah sambil membuang mukanya dari Hoon.
“Tapi, kenapa? Apa salahnya?” tanya Hoon dengan nada kecewa.
“Sama sekali tidak salah. Aku hanya tidak mau saja.”
“Nuna… tapi, aku sangat menyukaimu!”
Hyoyeon kembali menatap Hoon. Kali ini sambil tersenyum lembut. “Terima kasih karena kau menyukaiku, tapi tidak perlu pacaran kan jika kau sudah menyukaiku?”
“Nuna! Hoon!” seru Kiseop dari kejauhan. Lelaki itu berlari kecil untuk menghampiri mereka. “Nuna, kau dipanggil Jessica Nuna,” katanya setelah berada diantara mereka dengan napas terengah-engah.
Hyoyeon mengangguk. “Latihannya sudah selesai, Kiseop-ah?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh Kiseop. Gadis itu mengambil tasnya, lalu meninggalkan mereka tanpa berkata apa-apa lagi.
Hoon terdiam sambil menatap sedih kepergian Hyoyeon. Agak lama dia melamun sampai Kiseop menepuk bahunya cukup keras dan memutuskan lamunannya.
“Ayo, kita pulang, Hoon!”

***


“Kau benar, Kiseop-ah…”
“Benar apanya?” tanya Kiseop tidak mengerti.
“Hyoyeon Nuna tidak menyukai lelaki yang lebih muda darinya.”
“Tuh kan! Akhirnya, kau percaya juga dengan ucapanku waktu itu,” kata Kiseop sambil tersenyum penuh kemenangan. Dia sama sekali tidak menyadari raut wajah sedih Hoon. “Hyoyeon Nuna yang memberitahumu seperti itu?” tanyanya penasaran yang digelengi Hoon. Kiseop mengernyitkan dahinya, bingung. “Lalu, bagaimana kau bisa mempercayai ucapanku waktu itu?”
Hoon terdiam sejenak. Sambil menundukkan kepalanya, dia menjawab, “Aku menyatakan cinta padanya.”
Mata Kiseop seketika membulat dan mulutnya sedikit terbuka. Lelaki itu benar-benar kaget. Tidak menyangka bahwa kawannya itu bisa melakukannya. “Benarkah? Lalu, bagaimana? Kau ditolaknya kan?” tanyanya yang langsung dijawab dengan anggukan lemah dari Hoon. Kiseop menghela napas berat. Tentu saja dia merasa sedih juga. “Sudahlah, Hoon… masih banyak nuna cantik selain Hyoyeon Nuna kan?” hiburnya sambil menepuk-nepuk pelan punggung Hoon.
“Tidak. Aku hanya mencintainya saja, Kiseop-ah…” tegas Hoon. Tanpa terasa, mereka sudah sampai di depan rumahnya. “Sampai ketemu besok, Kiseop-ah!” katanya, lalu memasuki gerbang rumahnya.

To be continued…

I Love You, Nuna...!!! [Part I]


Main Cast: 

- U-KISS’s Hoon 
- Girls’ Generation’s Hyoyeon


***


Minggu pagi ini, Kiseop, Jaeseop dan Hoon asik bermain basket di Daejoon Park. Hari ini mereka akan belajar bersama. Eli dan Kevin juga akan datang. Selagi menunggu, mereka pun bermain di sport arena yang ada di Daejoon Park. Hoon yang membawa bola basketnya.
“Eli dan Kevin lama sekali ya!” seru Kiseop setelah melihat arlojinya di sela-sela permainan mereka.
“Iya nih. Bosen juga main basket seperti ini,” kata Jaeseop yang sedang men-dribble bola. “Hoon, tangkap nih!” serunya pada Hoon.
Hoon berhasil menangkapnya. Lelaki itu men-dribble bolanya sejenak. “Kiseop-ah, tangkap!” serunya pada Kiseop.
Sayangnya, bola itu terlalu jauh melambung dan sukses mengenai seorang gadis yang sedang membaca buku di bangku taman yang letaknya cukup jauh dari tempat mereka.
“Wah! Hoon, kena orang itu bolanya!” seru Jaeseop heboh.
“Salah Kiseop! Kenapa dia tidak bisa menangkap operanku?” Hoon membela diri.
Mendengar itu, Kiseop tentu saja tidak terima. “Kau melemparnya terlalu jauh, Hoon! Tentu saja aku tidak bisa menangkapnya,” balas Kiseop.
“Sudah, tidak usah saling menyalahkan!” lerai Jaeseop sebelum pertengkaran kecil mereka menjadi besar. “Hoon, kau ambil sana bolanya!” pinta Jaeseop yang terdengar tegas.
“Aku? Kenapa aku?”
“Tentu saja kau! Kau kan yang melemparnya!” Kiseop yang menjawab. Suaranya terdengar ketus.
Setengah hati, Hoon pun berjalan ke arah gadis itu. Semakin langkahnya mendekati tempat si gadis, Hoon semakin gugup. Perasaan bersalah pun mulai muncul. Apa yang mesti kukatakan? Batinnya bertanya. Bagaimana kalau misalnya dia balik marah padaku? Aish, kenapa nasibku sial begini sih!
“Ini bolamu ya?” terdengar suara gadis, membuat Hoon sedikit terlonjak.
Rupanya, dia sudah berada di hadapan gadis yang tadi terkena bola karena lemparannya. Hoon mengangkat wajahnya yang dari tadi menunduk. Ya Tuhan… Dia terpesona dengan paras gadis itu.
“Hei! Ini bolamu kan?” tanya si gadis itu tadi dengan suara dikeraskan.
Hoon tersadar dari keterpesonaannya tadi. Dengan kikuk, lelaki itu mengangguk, lalu membungkuk. “Iya, itu bolaku. Maaf, tadi tidak sengaja mengenaimu,” akunya.
Gadis itu mengehela napas berat. Walaupun masih kesal, tapi dia tidak bermaksud untuk memperpanjang permasalahan. Dia mengulurkan bola itu pada Hoon. “Lupakan saja. jangan diulangi lagi!”
Hoon mengiyakan sambil menerima bola itu, lalu pergi menuju tempatnya tadi. Di tengah jalan, Hoon menyempatkan diri untuk melihat lagi sosok gadis itu yang sudah asik kembali membaca. Dia bisa merasakan debar di dadanya. Hei, ada apa denganku?

***

Keesokan harinya…
“Hari ini kalian mau pesan apa?” tanya Hoon pada Eli, Jaeseop, Kevin, dan Kiseop saat mereka sudah menempati meja untuk lima orang di kantin sekolah.
“Kenapa? Kau yang akan memesankan makanan kita?” tanya Jaeseop, berharap. Dia sama sekali tidak suka mengantri saat memesan makanan. Membayangkannya saja sudah membuatnya gerah!
Sayangnya, Hoon menggeleng. “Tidak. Kenapa harus aku?” tanyanya enteng.
“Hei! Lalu, kenapa tadi kau menanyakan pesanan kami?! Kupikir, kau yang akan pergi mengantri untuk memesannya!”
Hoon hanya terkekeh melihat wajah kesal Jaeseop, juga Eli, Kevin, dan Kiseop. “Aku hanya bingung apa yang akan kupesan. Makanya, aku bertanya. Supaya dapat inspirasi hehehe…”
“Ayo, kita main gunting-batu-kertas untuk menentukan siapa yang akan memesan makanan!” usul Kiseop penuh semangat.
“Tidak! Aku tahu, kalau aku pasti kalah,” tolak Jaeseop mentah-mentah. “Aku tidak mau mengantri untuk memesan makanan. Titik!”
“Lalu, kau tidak mau makan, heh?” tanya Eli yang langsung membuat Jaeseop salah tingkah. “Payah kau, Jaeseop-ah!”
“Sudahlah! Kalau begitu, biar aku dan Eli saja yang pergi memesan,” kata Kevin menawarkan diri.
“Kenapa aku juga ikut?!” protes Eli.
“Jadi, kau tidak mau menemaniku? Okelah, aku akan pergi dengan Kiseop. Kau mau kan, Kiseop-ah?”
“Kevin-ah!” Eli setengah berteriak dengan nada putus asa. “Oke, aku ikut denganmu.”
Akhirnya, setelah mendengarkan apa saja pesanan kawan-kawannya, Eli dan Kevin segera pergi menuju food corner sebelum antriannya bertambah banyak.
“Mau kemana kau?” tanya Kiseop saat melihat Hoon yang tiba-tiba berdiri dari duduknya.
“Maaf, aku harus ke toilet sebentar!” akunya, lalu buru-buru meninggalkan mereka.
Namun, baru beberapa langkah, Hoon tidak sengaja menabrak seorang gadis. Keduanya jatuh tersungkur. Bahkan ice cream gadis itu jatuh ke sweater-nya. Tentu saja kejadian itu menjadi hiburan gratis bagi para pengunjung kantin. Sebagian malah ada yang tertawa.
“Ya Tuhan! Maafkan aku! Sungguh aku tidak…” kalimatnya tergantung begitu saja saat Hoon menyadari siapa gadis yang ditabraknya itu. Gadis yang di taman! Yang terkena bolaku! Ya Tuhan… sial sekali nasibnya setiap bertemu denganku, batinnya.
Gadis itu berdiri dengan bantuan Hoon. Wajahnya jelas saja menampakkan amarah yang sangat jelas. Gadis itu pun mengenali Hoon saat menatap lelaki itu dengan tatapan kesal. “Kau lagi! Kau pikir kau sedang apa, hah?” omelnya yang kali ini tidak bisa ditahannya.
“A-aku tadi… tadi buru-buru… dan aku…”
“Hoon-ah, apa sih yang kau lakukan?” tanya Jaeseop yang tiba-tiba sudah berada diantara mereka bersama Kiseop. Tentu saja mereka melihat dengan jelas kejadian tadi.
“Hyoyeon Nuna! Ya Tuhan, sweater-mu kotor!” seru Kiseop sambil mencoba membersihkan noda itu dari sweater si gadis.
“Sudahlah, aku bisa membersihkannya sendiri, Kiseop-ah!” seru si gadis, membuat Kiseop tidak jadi menyentuh sweater-nya.
“Sungguh, aku benar-benar tidak sengaja menabrakmu,” aku Hoon. Kali ini terdengar penuh penyesalan dan tidak lagi gagap. “Tadi aku buru-buru ingin ke toilet dan tidak memperhatikan langkahku. Dan akhirnya, aku…”
“Tahulah. Aku juga malas mendebatkan masalah kecil ini,” potong si gadis, lalu, pergi begitu saja meninggalkan tiga lelaki itu yang dibuatnya berdiri mematung. Bahkan Hoon sudah lupa bahwa dia harus buru-buru ke toilet.

To be continued…