Rabu, 14 November 2012

One Night



Main Cast:
-          C-REAL’s Ann J a.k.a Yeoyoon
-          U-KISS’s Dongho
-          U-KISS’s Kiseop
***

Yeoyoon tak menyangka bisa berdiri berhadapan dengan lelaki yang sangat dikaguminya itu saat ini. Dan mendengar ajakan lelaki itu untuk makan malam bersama nanti malam membuatnya senang. Sangat senang. “Oppa mengajakku makan malam bersama nanti malam?” tanyanya untuk memastikan apa yang didengarnya tadi bukan khayalannya semata.

Kiseop mengangguk mantap sambil tidak lupa mengumbar senyumannya yang bisa melelehkan hati para gadis, termasuk gadis di hadapannya itu. “Ya,” jawabnya singkat. “Apa kau tak mempercayaiku?”

Buru-buru, Yeoyoon menggelengkan kepalanya. “Tidak. Jangan berpikir negatif dulu, Oppa! Aku hanya… hanya… terkejut dengan ajakanmu itu,” akunya sambil menundukkan wajahnya yang tiba-tiba dirasakannya memanas. Merahkan wajahku saat ini? Batinnya bertanya. Tak lama kemudian, gadis itu kembali menatap Kiseop. Kali ini dengan tatapan menyelidiki. “Tapi, kenapa kau memintaku? Maksudku, Oppa dan aku tidak terlalu akrab dibandingkan Oppa dengan Jihwa Eonni, Minji, dan Hana Eonni. Dan mereka… lebih cantik dariku. Kenapa kau memintaku, Oppa?”

Kiseop yang sudah menduga sebelumnya bahwa Yeoyoon akan menayakan hal itu pun sudah menyiapkan jawabannya. “Aku sudah bosan dengan mereka. Terkadang mereka hanya menggangguku saja dengan percakapan yang membosankan.” Ditatap Yeoyoon lekat-lekat, seolah-olah ingin menaklukan gadis itu dengan tatapannya. “Jadi, kau mau kan menemaniku makan malam?”

Yeoyoon tak langsung menjawab. Dia terdiam sejenak, seperti sedang menimbang-nimbang jawaban apa yang akan diberikannya. Akhirnya, gadis itu tersenyum lebar sambil mengangguk. “Aku mau, Oppa!”

Tanpa diduganya, Kiseop mengacak-acak rambutnya pelan. Membuat semburat merah muda muncul di kedua pipinya. Kiseop yang menyadari itu hanya tersenyum. Berhasil sudah rencananya. “Bagus! Kutunggu kau di D’First Restaurant pukul tujuh malam nanti. Oke?”

Sekali lagi, Yeoyoon mengangguk. Sungguh, hatinya saat ini sangat bahagia sekali.

***

“Yeoyoon!” panggil Dongho, menghentikan langkah teman dekatnya itu di gerbang sekolah. Dia berlari menghampiri Yeoyoon yang menunggunya di sana. “Kenapa kau tidak menungguku? Kau tidak ingin pulang bersamaku?” tanyanya.

Yeoyoon menepuk dahinya cukup keras. Dia lupa akan hal itu. Padahal setiap hari mereka selalu pulang sekolah bersama karena letak rumah mereka yang cukup dekat. “Maaf, Dongho! Aku lupa. Sungguh!” akunya dengan wajah penuh penyesalan. “Ayo, kita jalan!” ajaknya, lalu mereka berjalan bersama.

“Tumben sekali kau lupa. Ada apa?” tanya Dongho penasaran.

“Apanya?” tanya Yeoyoon tak mengerti sambil matanya terus menatap jalan di depannya. Pikirannya masih memikirkan acara makan malam bersamanya dengan Kiseop.

“Kenapa kau bisa lupa kalau kita setiap hari pulang bersama?” Dongho memperjelas pertanyaannya tadi. Dia bisa merasakan ada yang berbeda dengan Yeoyoon hari ini. Bukan Yeoyoon yang biasanya. Istirahat tadi pun Dongho tidak menemukannya di kelas.

Tiba-tiba, Yeoyoon menghentikan langkahnya dan memegang tangan Dongho erat, membuat langkah lelaki itu ikut terhenti. Yeoyoon menatap Dongho lekat-lekat. “Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu,” akunya dengan nada serius.

Dongho mengerut dahinya, bingung dengan sikap Yeoyoon. “Katakan saja,” katanya kemudian.

Yeoyoon terdiam sejenak, lalu berkata, “Kiseop Oppa… dia mengajakku makan malam hari ini,” membuat mata Dongho membola lebar karena terkejut.

“Kiseop Hyung? Lee Ki Seop?” tanya Dongho memastikan yang langsung dijawab Yyeoyoon dengan anggukan mantap. “Ada apa dengannya? Aneh sekali. Kalian tidak pernah terlihat mengobrol dan tiba-tiba dia mengajakmu makan malam?!”

“Aku tahu kalau ini terdengar aneh. Dongho, aku butuh bantuanmu.”

Ganti Dongho yang terdiam sejenak. Diperhatikan raut wajah Yeoyoon saat itu yang sangat memohon padanya. Tidak tega untuk mengatakan tidak, lelaki itu pun mengangguk. “Baiklah, apa yang perlu kubantu?” tanyanya dengan nada acuh.

Diam-diam, Yeoyoon menghela napas lega mendengar persetujuan Dongho. “Kau tahu kan kalau Eomma-ku tak akan mengijinkanku pergi malam-malam, kecuali jika aku pergi dengan orang yang Eomma-ku kenal. Dan kurasa, aku tidak akan mendapatkan izinnya nanti malam karena Eomma-ku tidak mengenal Kiseop Oppa. Tapi, aku sangat ingin sekali makan malam bersamanya. Kau pun tahu kalau selama ini aku sangat mengaguminya.”

Dongho sudah bisa memperkirakan apa yang akan diminta Yeoyoon padanya. “Lalu?” tanyanya singkat.

“Jadi, bisakah kau menjemputku nanti malam? Katakan saja bahwa kita akan pergi ke toko buku. Eomma sangat mengenalmu karena kita sering belajar bersama dan kurasa Eomma bisa mempercayaimu. Bagaimana?”

“Kau memintaku untuk membohongi Eomma-mu?”

“Yaaa… kurang lebih seperti itu. Hanya kali ini saja, janji! Ayolah, tolong bantu aku!” rajuk Yeoyoon dengan wajah memelas. Dia tahu sekali kalau Dongho tidak akan tega menolaknya jika dia sudah merajuk. Dan kali ini pasti lelaki itu akan mengabulkan keinginannya.

Benar saja! Dongho mengangguk pelan.

***

“Kau dimana, Dongho?!” tanya Yeoyoon pada Dongho di seberang sana melalui hand phone-nya. Jam sudah menunjukkan pukul 18.30. Hampir jam tujuh, namun Dongho tak datang juga menjemputnya. “Kau tidak melupakan rencana kita kan?”

“Aku ingat, Nona,” jawab Dongho singkat dengan nada malas. “Dan aku sudah berada di gerbang rumahmu. Tunggu saja!”

 Mendengar jawaban itu, Yeoyoon segera memutuskan telepon mereka dan buru-buru menuju jendela kamarnya yang berada di lantai dua, untuk memastikan Dongho benar-benar sudah sampai di rumahnya. Dan dia bersorak pelan setelah melihat lelaki itu sedang disambut Eomma-nya.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk seseorang. Pasti Eomma! Tebaknya.

“Dongho datang,” kata Eomma setelah pintu dibukakan Yeoyoon. “Kalian akan pergi ke toko buku?” tanya beliau.

“Ah! Iya, Eomma! Aku lupa bilang pada Eomma,” jawab Yeoyoon berbohong dan pura-pura lupa. “Tolong bilang Dongho untuk menungguku sebentar ya, Eomma! Aku belum siap-siap.”

“Baiklah. Jangan pulang larut malam ya!” pesan Eomma sebelum meninggalkan putrinya.

“Iya!” seru Yeoyoon sambil tersenyum. Kiseop Oppa, tunggu aku!

***

Yeoyoon cukup kaget saat melihat Dongho datang dengan motornya. Sampai saat ini dia tidak pernah melihat Dongho mengendarai motor. Dan dia agak ragu-ragu saat duduk di motornya. “Kau yakin kau bisa mengendarai dengan baik?” bisiknya sebelum mereka pergi meninggalkan rumahnya.

Dongho tertawa di balik helm full face-nya. “Tenang saja, kita akan sampai dengan keadaan baik-baik saja di sana,” jawabnya menenangkan, lalu mulai menjalankan motornya.

Perjalanan menuju restaurant yang dimaksud tidak memakan waktu yang lama. Setengah jam kemudian mereka berdua sudah sampai. Yeoyoon melirik jam tangannya, lalu mengomel. “Aku telat lima menit!” serunya kesal sambil mengembalikan helm Dongho yang sengaja dibawakan lelaki itu untuk dipakainya.

“Salahmu sendiri kenapa terlalu lama berdandan!” seru Dongho.

“Ini kan pertemuan penting yang mungkin tak akan terulang lagi. Tentu saja aku harus berdandan secantik mungkin,” kata Yeoyoon membela diri. “Aku sudah cantik kan?” tanyanya sambil berputar kecil di hadapan Dongho.

Dongho terdiam sejenak, mengagumi sosok Yeoyoon yang malam ini memang terlihat lebih cantik dari biasanya. Kemudian, lelaki itu menghela napas berat karena sadar Yeoyoon melakukan itu untuk orang lain, bukan untuknya. “Cukup cantik,” jawabnya malas-malasan.

“Benarkah?” tanya Yeoyoon lagi, kali ini dengan nada suara kecewa. Dongho hanya mengangguk dan Yeoyoon hanya cemberut menanggapinya. “Ya sudah, kau pulang sana! Nanti kau kutelepon untuk menjemputmu.”

“Hei, kau pikir aku pembantumu?! Hei, Jo Yeo Yoon, aku ini hanya ingin membantumu! Jangan seenaknya kau menyuruhku!” seru Dongho kesal.

“Tentu saja kau bukan pembantuku. Kau jangan berpikir seperti itu! Kau…”

“Tahulah! Aku pulang!”

Yeoyoon hanya terdiam sambil menatap sosok Dongho yang sedikit demi sedikit hilang dari pandangannya. Gadis itu tidak mengerti mengapa Dongho bisa sesensitif ini. Sudahlah, Yoon, lupakan tentang Dongho sebentar. Ada seseorang yang menunggumu di dalam sana, batin Yeoyoon mengingatkan.

***

“Bagaimana makan malam kita?” tanya Kiseop saat mereka selesai menyantap makanan mereka.

“Makanannya enak, Oppa! Seleramu sangat tinggi,” jawab Yeoyoon sambil tersenyum.

Kiseop tertawa kecil mendengar jawaban polos gadis yang duduk di hadapannya itu. Tanpa ragu, digenggamnya tangan Yeoyoon dan mengelusnya dengan lembut. Membuat pipi gadis itu bersemu merah. “Malam ini kau terlihat beda, Yeoyoon,” katanya dengan suara tajam.

“M-maksud Oppa…?” Karena terlalu gugup, Yeoyoon bahkan tidak bisa menyelesaikan pertanyaannya. Jantungnya berdetak kencang selama Kiseop memegang tangannya. Kenapa aku bisa seperti ini? Ya Tuhan, kenapa lelaki ini sangat keren sekali? “Apa… apa aku terlihat jelek?”

Lagi-lagi Kiseop tertawa, lalu buru-buru menggeleng kepalanya. “Bukan, bukan itu maksudku!” sahutnya cepat. Matanya menatap wajah Sasha lekat-lekat. “Kau… sangat cantik.”

Mata Yeoyoon membola. Tidak percaya dan bahagia mendengarnya. Aku sangat cantik? Tapi, Dongho bilang aku hanya cukup cantik.

“Yeoyoon,” panggil Kiseop, membuat lamunan Yeoyoon buyar. “Maukah kau menemaniku ke pesta ulang tahun temanku sekarang?” tanyanya membuat dahi Yeoyoon berkerut.

Spontan gadis itu melirik jam tangannya. Sudah jam delapan malam. Ini sih belum larut. Mungkin aku bisa menyetujuinya. “Boleh, tapi hanya sampai jam sembilan ya, Oppa? Lewat dari jam itu…”

“Kau akan dimarahi Eomma-mu kan?” Yeoyoon mengangguk malu-malu. Kiseop hanya tersenyum. Dia sudah menduga akan susah bagi gadis itu untuk bisa keluar malam. “As you wish, dear. Kita akan pulang sebelum jam sembilan,” katanya menyetujui permintaan Yeoyoon. Kiseop berdiri dari mejanya sambil menarik tangan Yeoyoon pelan. “Ayo, kita pergi!”

***

Dahi Yeoyoon mengerut bingung saat mereka sudah sampai ke tempat tujuan. Rumah yang mereka tuju adalah sebuah rumah tua dan jauh dari permukiman penduduk. Gadis itu menoleh pada Kiseop yang duduk di sampingnya. “Itu rumah temanmu, Oppa?” tanyanya memastikan.

“Benar,” jawab Kiseop singkat, lalu mencabut kunci dari starter mobilnya. “Ayo, turun! Mereka pasti sudah menunggu kita,” katanya yang langsung dituruti Yeoyoon.

Yeoyoon merasa keputusannya untuk datang ke tempat itu adalah keputusan yang salah. Entah bagaimana perasaan itu bisa dirasakannya. Seiring langkahnya mendekati rumah itu, perasaannya semakin kuat. “Oppa… aku takut…” akunya sambil refleks menggenggam tangan senior-nya itu.

Kiseop terdiam sambil memandangi Yeoyoon dengan tatapan bingung. Namun, detik kemudian, lelaki itu memeluk bahu Yeoyoon dan tersenyum. “Kenapa takut? Kan ada aku,” katanya menenangkan.

Dan akhirnya, mereka sudah tiba di dalam rumah dan bertemu dengan dua orang lelaki yang sedang asik tertawa. Yeoyoon mengenali mereka. Eli dan Jaeseop, teman dekat Kiseop sekaligus senior-nya di sekolah. Kedua lelaki itu spontan terdiam dan tersenyum pada Yeoyoon saat Kiseop menyalami mereka satu per satu.

“Katamu ada pesta, Oppa. Tapi, kenapa tempat ini sepi sekali?” tanya Yeoyoon sambil melihat keadaan sekelilingnya. Rumah itu hanya diterangi lampu remang-remang. Di lantai dua malah terlihat sangat gelap. Pesta apa yang suasananya gelap-gelapan begini? batinnya bertanya.

“Kalian berdua melewatkan pestanya,” Eli yang menjawab sambil berjalan meninggalkan mereka. Entah mau kemana.

“Pestanya sudah selesai?” tanya Yeoyoon bingung. “Kalau begitu, ayo, kita pulang, Oppa!” ajaknya sambil menarik tangan Kiseop, namun, detik itu pun senior-nya itu balas menarik tangannya sehingga tubuhnya tertarik ke arah Kiseop dan sukses menubruk dada bidangnya.

“Kenapa buru-buru, Manis?” tanya Jaeseop sambil berjalan mendekati Yeoyoon dan membelai pipinya. “Kau tahu, pesta yang lainnya baru saja akan dimulai.”

Jantung Yeoyoon berdetak cepat. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Saat dirinya menatap Kiseop untuk meminta penjelasan, lelaki itu hanya tersenyum. “Aku mau pulang. Aku tidak mau ikut pesta apapun,” katanya dengan suara bergetar. Terdengar jelas kalau dirinya sedang ketakutan. “Kiseop Oppa, tolong antar aku pulang!”

“Ops! Sayang sekali, Nona. Pintunya sudah kukunci.” Tiba-tiba, Eli sudah bergabung dengan mereka lagi sambil menggoyang-goyangkan kunci di tangannya. “Kau tidak bisa kemana-mana.”

Yeoyoon segera melepaskan dirinya dari Kiseop dan berlari menuju pintu. Dia tahu bahwa usahanya untuk membuka pintu itu sia-sia, namun, dia terus saja mendobrak-dobrak pintu sambil berteriak. Air mata mulai mengalir. Pikiran-pikiran buruk terhadap apa yang akan dilakukan tiga lelaki itu terhadapnya mulai berdatangan. Membuatnya semakin takut.

Tiba-tiba, Kiseop menarik bahu gadis itu dan membalikkan tubuhnya agar menghadapnya. “Percuma kau berteriak. Tidak akan ada yang mendengarkanmu. Kau lihat sendiri tadi tidak ada rumah lain selain rumah ini di daerah ini,” katanya.

Yeoyoon merasakan kedua tangannya diikat kuat-kuat sementara mulutnya ditutup oleh lakban. Sekuat apapun gadis itu meronta saat tubuhnya dibawa paksa ke sebuah ruangan gelap, tentu tidak bisa mengalahkan kekuatan tiga senior-nya itu. Dia tidak henti-hentinya mengisak dan tetap berteriak walaupun dalam kondisi mulut tertutup.

Saat bajunya hendak dibuka Eli, seseorang menarik tubuh lelaki itu dan menonjoknya hingga tersungkur. Orang itu terlibar perkelahian dengan Jaeseop dan Kiseop. Tiga lawan satu, tentu saja orang itu cukup kewalahan. Namun, rupanya, orang itu bisa mengatasinya dengan baik, walaupun harus mengalami babak belur juga. Cukup lama perkelahian berlangsung, akhirnya tiga lelaki itu jatuh pingsan.

Walaupun orang itu sudah menyelamatkannya, Yeoyoon tetap merasa waspada saat dia berjalan mendekatinya. Orang itu melepaskan ikatan di tangannya setelah menyadari tangan Yeoyoon terikat berkat datangnya sedikit cahaya dari luar ruangan.

“S-si… siapa kau?!” tanya Yeoyoon masih penuh ketakutan setelah membuka lakban di mulutnya dengan tangannya sendiri.

Terdengar tawa kecil dari orang itu. “Ini aku, Dongho.”

Yeoyoon segera memeluk lelaki itu erat-erat sambil menumpahkan tangis penuh kelegaannya. Gadis itu merasa aman dengan kehadiran sahabatnya itu sekarang. Karena dia tahu sekali, lelaki itu akan melindunginya dan tidak akan melukainya.

***

“Sudah, berhentilah menangis!” pinta Dongho pada Yeoyoon saat mereka berada di sebuah taman umun yang letaknya cukup dekat dengan rumah gadis itu. Sepanjang perjalanan pulang pun Yeoyoon tidak henti-hentinya mengisak. Rupanya, kejadian itu sangat membekas sekali padanya. Dongho pun tidak tega melihatnya. “Jangan sampai eomma-mu mengira kau menangis karenaku!”

Mendengar itu, buru-buru Yeoyoon menghapus air matanya. Kalau Eomma sampai marah pada Dongho gara-gara aku, aku tidak akan bisa bebas berteman dengannya! Batinnya. Tiba-tiba, gadis itu menggenggam tangan Dongho erat sambil tersenyum lemah. Matanya sembab dan masih terlihat duka di sana. “Terima kasih, Dongho…” katanya tulus. “Kau pahlawanku malam ini.” Dongho hanya terkekeh sambil mengacak-acak pelan rambut Yeoyoon dengan tangan yang satunya. “Tapi, kenapa kau tahu kalau aku ada di rumah itu?” tanyanya kemudian dengan dahi mengerut, bingung.

“Sebenarnya, aku tidak pulang ke rumah saat kau menyuruhku. Aku hanya pergi ke mini market untuk membeli makanan dan balik lagi ke restaurant itu untuk menunggumu,” akunya yang membuat mata Yeoyoon membola, tak percaya.

“Kau menungguiku di sana? Tapi, kenapa aku tidak melihatmu?”

“Aku sengaja bersembunyi. Aku khawatir padamu karena pergi berdua dengan lelaki yang sebelumnya bahkan tidak pernah dekat denganmu. Saat aku melihat kalian keluar restaurant dan pergi entah kemana, kuputuskan untuk membututi kalian. Kupikir, Kiseop Hyung akan mengantarmu ke rumahmu. Ternyata, dia membawamu ke tempat tadi. Saat itu aku yakin sekali kalau dia punya maksud jahat padamu. Dan firasatku menguat saat kulihat Eli Hyung menutup pintu rumah itu. Dan…” Dongho tidak tega melanjutkan ceritanya lagi karena menyadari gadis di sampingnya itu menunduk dan dia bisa melihat air matanya terjatuh ke roknya. “Seharusnya aku tidak menyetujui rencanamu tadi siang,” katanya penuh penyesalan.

Buru-buru Yeoyoon menggeleng. “Bukan. Ini semua salahku,” katanya di sela isaknya yang mulai terdengar kembali. “Aku terlalu buta dengan pesonanya sehingga aku mau saja menyetujui apa yang dia mau. Aku bodoh! Sangat bodoh!”

“Sudahlah, Yoon. Itu sudah berlalu kan? Percuma saja kau terus mengingatnya lalu menyalahi dirimu sendiri seperti itu. Kau harus move on, ok?”

Yeoyoon mengangguk lemah. “Kau akan terus melindungiku kan? Tidak akan menyakitiku kan?”

Dongho tidak langsung menjawab. Dia menatap sahabat yang amat disayanginya itu lekat-lekat. Andai saja kau tahu perasaanku yang sebenarnya padamu, Yoon… batin Dongho berandai-andai. Akhirnya, lelaki itu mengangguk. “Ya, aku akan melindungimu dan tidak akan menyakitimu. Janji!” serunya sambil mengacungkan jari kelingkingnya yang langsung disambut dengan jari kelingking Yeoyoon. Jari mereka saling mengait sebagai tanda bahwa Dongho tidak akan mengkhianati janjinya.

***

-THE END-
14.11.12
Note: cerita ini terinspirasi dari adegan bullying dalam film Don't Cry Mommy yang diperankan oleh Dongho .__.v Enjoy! =)

Ex



Main Cast:
-          Girls’ Generation’s Tiffany
-          Super Junior’s Eunhyuk
-          Super Junior’s Donghae
-          Girls’ Generation’s Jessica
***
“Jadi, siapa lelaki yang beruntung itu?” tanya Eunhyuk pada Tiffany saat keduanya berada di kantin yang kali ini sepi Sabtu ini.

Tiffany kaget menatap wajah lelaki dihadapannya. Sungguh tidak disangka lelaki itu akan sepenasaran ini atas pesan singkat yang dikirimnya semalam. Tiffany menunduk, kembali menyantap makanannya. “Itu bukan urusanmu kan?” katanya dengan suara yang dibuat senormal mungkin.

Eunhyuk terdiam sejenak sambil menatap Tiffany lekat-lekat. “Memang bukan urusanku. Tapi, bagaimana kalau aku ingin tahu? Kenapa kau tidak bisa menjawabnya? Jangan-jangan kau berbohong kan?”

Tiffany hampir tersedak setelah mendengar kta-katanya. Untung saja lelaki itu tidak menyadarinya. Tiffany menatap tajam. “Kau tidak mempercayaiku?”

“Bukan begitu, tapi…”

“Hyukie…” terdengar suara gadis memanggil lelaki itu. Mereka berdua terdiam dan menoleh ke arah suara. Gadis yang cantik. Namanya Jessica. Dengan santai, dirangkul lengan Eunhyuk tanpa memerdulikan keberadaan Tiffany. “Rupanya kau disini. Tidak tahu kan kau bahwa aku mencarimu kemana-mana?” katanya, lalu ditatapnya Tiffany. “Ada urusan apa antara kau dengannya?” tanyanya penuh selidik pada Eunhyuk.

 “Kami hanya berbincang sedikit. Kami kan teman lama. Apa salah?” jawab Eunhyuk, mencoba menenangkan hati Jessica. Agak sebal juga dengan sikap posesif gadis itu. “Yuk, kita pergi!” ajaknya pada Jessica.

Mereka pun meninggalkan Tiffany yang terdiam memandang keduanya yang semakin menjauh. Mendadak selera makannya hilang.

***

Kami kan teman lama.

Kata-kata Eunhyuk kembali terngiang di telinganya. Tiba-tiba saja hatinya terasa hancur berkeping-keping bila teringat kata-kata itu. Hei, Tiffany, kenapa kau jadi lemah seperti ini? Ayo, kuat! Kuat!, batin hatinya. Gadis itu menghela napas berat, lalu tersenyum kembali.

“Jadi, kau sudah merasa baikkan?” tanya Donghae sambil menyunggingkan senyum manisnya.

Tiffany tersenyum kecil, lalu mengangguk. “Iya. Terima kasih sudah mau mendengar curhatku!” katanya riang.

Donghae mengelus rambut panjang Tiffany penuh sayang. “Aku memang harus mendengarkannya supaya kau bisa merasa lega. Kau juga jangan sungkan-sungkan untuk menceritakan masalahmu padaku, ya?”

Tiffany mengangguk, lalu menyesap teh hangatnya.

Saat ini kedua muda-mudi itu sedang berada di teras rumah Tiffany. Sabtu sore, jadwal Donghae menemui Tiffany. Dan baru saja Donghae mendengar cerita Tiffany tentang kejadian di kantin tadi siang.

 “Mmm… Donghae, maafkan aku…” tiba-tiba suara Tiffany terdengar sedih.

Ditatap gadisnya penuh kekhawatiran. “Kau kenapa?”

Dibalasnya tatapan itu. Wajah Tiffany tampak sangat sedih. Begitu juga dengan perasaannya saat ini. “Donghae… kau tahu kalau aku sangat menyukaimu?”

Mendengar pertanyaan yang tak diduganya itu, Donghae mengernyitkan dahinya. Namun, detik kemudian dia menghela napas panjang, lalu membuang muka ke taman bunga di hadapannya. Dia mengerti arah pembicaraan ini. Dia paham sekali. “Aku tahu kalau kau sangat menyukaiku, Fany. Karena aku pun juga sangat menyukaimu. Tidak. Kurasa aku sangat mencintaimu.”

Saat bibir Tiffany terbuka hendak berbicara, Donghae menatap wajahnya tajam.

 “Berhenti untuk mencintai Eunhyuk, Tiffany! Dia sudah berpacaran dengan Jessica! Kenapa kau tak bisa sedikit pun melupakannya?! Demi aku! Donghae, pacarmu!”

Mata Tiffany berair. Dia tidak menyangka reaksi Donghae akan marah seperti ini. Sungguh menyeramkan sekali! Dan tatapannya… terluka? Pasti karena aku! Dan Tiffany tak kuasa menahan air matanya. Seketika dia menangis dengan isak kecil. “Maafkan aku… sungguh… maafkan aku…” katanya disela isak tangisnya.

Demi melihat gadisnya menangis, hati Donghae pun luluh. Dia pun merasa bersalah telah bersikap yang kurang mengenakkan bagi gadisnya. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku cemburu. Ya… aku sangat cemburu pada Eunhyuk yang telah mencuri hatimu, Fany, batin Donghae. Dipeluknya Tiffany. “Maafkan aku juga…”

***

“Pacar Tiffany?” Jessica mengernyitkan dahinya. Merasa aneh mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut Eunhyuk. “Aku tidak tahu. memang kenapa?” katanya, lalu meminum sodanya menggunakan sedotan. Mood-nya seketika rusak.

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu,” jawab Eunhyuk santai sambil memainkan sedotannya.

Keduanya sedang makan malam di sebuah café ternama. Sabtu malam, jadwal mereka hang out bersama.

Jessica menatap wajah Eunhyuk lamat-lamat. Sedangkan Eunhyuk mengernyitkan dahinya. Salah tingkah. Ada yang salah denganku? “Kenapa melihatku seperti itu? Malam ini aku sangat tampan ya?”

Seketika Jessica tertawa. Cukup keras dan lebar. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Bingung. Kenapa dia sangat pede sekali sih? Tapi, dia sangat manis ya!, batinnya senang. “Ya, kau sangat tampan. Tapi, lebih tampan lagi kalau kau tidak mengatakannya, tahu?”

Eunhyuk ikut tertawa. “Lalu, tadi kenapa kau menatapku seperti ini?” tanyanya sambil meniru cara Jessica menatapnya tadi.

“Apa? Apa aku seperti itu tadi? Kenapa wajahku terlihat jelek ya?”

“Jelek? Tidak. Tidak jelek. Wajahmu menyeramkan.”

Plak!

Satu pukulan mendarat di kepala Eunhyuk. Lelaki itu mengusap-usap kepalanya. Cukup sakit. Tega sekali! “Maafkan aku. Tapi, itu benar! Kau sangat menyeramkan. Karena itu aku jadi tak nyaman kaupandang aku seperti itu. Sebenarnya ada apa, sweetie?”

Jessica mendengus keras, menahan tawa setelah mendengar panggilan kesayangan dari Eunhyuk untuknya. “Mmm… lupakan saja! bukan apa-apa,” jawabnya santai.

Eunhyuk menatap Jessica. “Benar bukan apa-apa?” tanyanya.

Jessica mengangguk mantap. Setelah melihat Eunhyuk kembali menyantap makanannya, Jessica diam-diam menghela napas berat. Kau masih memikirkannya rupanya… Tiffanymu…

***

Malam ini Tiffany sedang terbaring di tempat tidurnya. Tidak bisa tidur. Pikirannya masih memikirkan Donghae dan juga perasaan yang sesungguhnya pada lelaki itu.

Donghae, pacarnya kini, adalah teman sejak kecilnya. Rumah mereka hanya beda satu blok. Saat Tiffany masih berpacaran dengan Eunhyuk, hubungan pertemanan mereka masih terjalin. Dan begitu keduanya putus, Donghae menyatakan perasaannya padanya. Butuh waktu seminggu bagi Tiffany untuk menjawabnya. Karena sebenarnya dia masih mengharapkan Eunhyuk. Namun, harapannya kandas seketika saat diketahuinya lelaki itu telah menjadikan Jessica sebagai pengggantinya. Dan akhirnya, Tiffany menjawab iya atas pernyataan cinta Donghae. Saat itu Donghae tampak sangat bahagia dan Tiffany turut senang karena bisa membuatnya seperti itu.

Tapi, semua tidak semudah yang dia pikirkan. Dia tidak bisa melupakan Eunhyuk dari pikirannya dan belum sepenuhnya mencintai Donghae. Padahal, dulu dia sering berpikir bahwa seiring berjalannya hubungan mereka toh dia akan dengan mudah melupakan Eunhyuk dan bisa mencintai Donghae sepenuh hati. Sayang, kenyataan tidak seperti yang diharapkannya. Kini dia merasa bersalah sekali pada Donghae. Apalagi bila teringat raut wajahnya yang terluka tadi.

Tiffany, kau jahat! Sangat jahat!, batinnya menyalahkan sikapnya. Tiffany menghela napas berat, lalu mulai memejamkan matanya. Namun, saat itu juga terdengar suara getar hand phone-nya. Sambil berbaring, dia melihatnya. 1 new message.

(from: My Ex-BF Eunhyuk)
Siapa sih pacarmu itu? Kumohon, beritahu aku!

Tiffany tersenyum hambar setelah membaca pesan singkat itu. Kenapa sih dia mau tahu sekali? Apa itu penting baginya?, tanyanya di dalam hati.

(send to: My Ex-BF Eunhyuk)
Bukan urusanmu kan?

Tak lama kemudian, hand phone-nya kembali bergetar.

(from: My Ex-BF Eunhyuk)
Memang bukan. Tapi kurasa ini ga adil. Kau tahu siapa pacarku kini. Tapi kau ga mau kasih tahu aku siapa pacarmu. Jahat =(

Tidak adil?! Lagipula siapa yang peduli denganmu! Ugh, dasar lelaki menyebalkan! Mengataiku jahat, lagi! Hati Tiffany kesal. Lagipula kan dia sendiri yang memberitahuku bahwa dia sudah jadian dengan Jessica secara sukarela. Siapa juga yang minta kasih tahu?!

(send to: My Ex-BF Eunhyuk)
Aku tetap ga akan jawab. Sesukamulah menganggap ini adil atau ga

Hand phone-nya kembali bergetar. Tapi, Tiffany tak mau melihatnya lagi.

Malam itu Tiffany tidur dengan perasaan kesal.

***

“Memangnya… seberapa besar sih rasa sukamu ke Eunhyuk, Fany?” tanya Donghae suatu hari, saat keduanya sedang berada di taman kota sepulang sekolah.

Tiffany memandang Donghae dengan kening mengernyit. “Kenapa tiba-tiba kau menanyakan ini?”

Donghae balas memandang Tiffany sambil tersenyum manis. “Memang kenapa? aku tidak boleh tahu?”

Tiffany terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. “Boleh saja. tapi… aku merasa agak aneh karena jarang sekali kau ingin membicarakannya,” jawabnya pelan. Perlahan dia mengalihkan pandangannya ke sekeliling taman. “Aku tidak bisa menjelaskannya, Donghae. Tapi, yang kutahu aku sangat menyukainya. Biar bagaimana pun dulu kami pernah berpacaran. Dan perasaan itu kurasa masih tertinggal.”

Kini Donghae yang terdiam. Hatinya terasa perih mendengar pengakuan Tiffany. Namun, tak ditampakkannya kesedihan itu di wajahnya. “Lalu, bagaimana dengan perasaan Eunhyuk terhadapmu?” tanyanya datar.

 “Aku tidak tahu. Dia penasaran sekali dengan siapa aku berpacaran kini. Aku masih merahasiakan hubungan kita. Tidak ada maksud apa-apa. Suatu saat aku akan bilang padanya bahwa kaulah priaku sekarang!” Mata Tiffany kini beradu pandang dengan mata Donghae. Ditatap lekat-lekat wajah itu sambil tersenyum. “Sangat terima kasih!”

Donghae mengernyitkan dahinya. “Untuk apa?” tanyanya tak mengerti.

“Untuk segala perhatianmu. Untuk segala kesabaranmu. Aku sangat beruntung memilikimu! Dan… aku… aku akan melupakan Eunhyuk untukmu.”

Mata Donghae membelalak. Tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Benarkah?”

Tiffany menangguk mantap, menjawab pertanyaan itu.

Raut wajah Donghae tampak sangat bahagia. Seperti saat dia mendengar jawaban atas pernyataan cintanya dulu pada Tiffany. Dielus rambut Tiffany dengan sayang sambil tak henti-hentinya tersenyum.

Tiffany turut bahagia. Dia bisa merasakan kehangatan kasih sayang Donghae padanya. Memang tak mudah melupakan Eunhyuk yang dulu sangat dicintainya. Tapi, demi senyum Donghae, dia akan melakukannya.

***
-THE END-
(29.12.2011)