Main Cast:
- Lee
Ki Seop (U-KISS's Kiseop)
- Kim
Young Won (C-REAL's Chemi)
***
Pagi yang cerah. Mentari bersinar
hangat. Angin bertiup semilir. Pagi yang menyenangkan. Tapi, Chemi merasa tidak
bersemangat hari ini. Saat ini dia sedang berjalan menuju halte bus. Hari ini jadwalnya kuliah. Hari
dia bisa bertemu dengan teman-temannya di kampus. Membicarakan tugas-tugas yang
harus dikumpulkan dalam waktu dekat. Membicarakan banyak hal yang menjadi
favoritnya selama ini. Kenapa terdengar
membosankan ya?, batinnya.
Gadis itu baru saja melewati
Daejoon Park. Dia tidak tahu bahwa bagian muka ranselnya belum tertutup rapat.
Dompetnya pun sempurna terjatuh di jalan taman tanpa sepengetahuannya.
Chemi terus menyeret langkahnya
menuju halte bus yang sudah di depan mata.
Yah… semoga hari ini hari yang menyenangkan, harapnya.
***
Jadwal Kiseop setiap pagi adalah jogging. Begitu juga hari ini. Dia
sengaja berkunjung ke Daejoon Park karena tempatnya yang nyaman untuk berolah
raga ringan. Rupanya taman itu cukup ramai juga oleh orang-orang yang juga
berolah raga seperti lelaki itu. Setelah merasa cukup, Kiseop beristirahat
sebentar di bangku taman sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang
di sekitarnya.
Seorang gadis berambut pendek
merebut perhatiannya. Wajah gadis itu tampak murung, tapi tidak bisa menghapus
kecantikan parasnya. Sungguh, wajah gadis itu enak sekali dipandang. Hei, Kiseop, apa yang kau lakukan?! Tumben
sekali kau genit!, tegur
batinnya, lalu mencoba mengalihkan pandangannya dari gadis itu.
Tiba-tiba, sebuah benda berbentuk
segi empat tersembul keluar dari tas gadis berambut pendek itu. Kiseop
memperhatikan gadis itu yang akhirnya dia tahu bahwa si gadis tidak mengetahui
tentang dompetnya yang jatuh.
Baru saja Kiseop ingin berjalan dan
mengambil dompet itu untuk dikembalikan pada pemiliknya, seorang lelaki
mendahuluinya mengambil dompet itu, lalu segera pergi. Menyadari bahwa lelaki
itu mempunyai niat buruk, Kiseop segera berlari mendekati si lelaki.
“Kembalikan dompet itu!” seru Kiseop
garang setelah berhasil menghadang lelaki tadi.
“Apa maksudmu?” si lelaki balik
tanya dengan wajah yang sok innoncent.
“Jangan pura-pura! Kau baru saja
memungut dompet yang jatuh di jalan. Bukannya kau kembalikan malah kau ambil!
Itu sama saja mencuri. Berikan padaku! Akan kukembalikan pada pemiliknya.”
“Pagi-pagi sudah mengacau saja!”
Tiba-tiba, si lelaki menyerangnya. Untung
saja Kiseop bisa mengelak. Dia malah mengunci tangan si lelaki yang tadi
dimaksudkan untuk meninjunya. Kini, si lelaki itu meringis kesakitan dalam
kuncian Kiseop. “Berikan dompet itu atau kau kulaporkan pada polisi!” ancamnya.
Dengan tangan gemetar, lelaki itu
menyerahkan dompet si gadis pada Kiseop. Dan saat Kiseop mengendurkan
kunciannya, lelaki itu langsung kabur begitu saja dari hadapannya. “Pengecut!”
ejeknya, lalu ditatap dompet yang kini sudah di tangannya.
Semoga saja dia belum jauh, harap
Kiseop dan mulai berlari kembali ke Daejoon Park untuk mencari gadis si pemilik
dompet.
***
Samsung-nya beteriak-teriak menyanyikan
lagu debutnya bersama empat temannya yang berjudul No No No No No. Chemi
mengambil Samsung itu dari saku jeans-nya
dan segera menekan tombol answer. Siapa yang menelepon di saat seperti ini?,
tanya Chemi di dalam
hati. Dia sudah berada di halte bus
yang pagi ini sepi dari keramaian seperti hari sebelumnya.
“Ada apa kau meneleponku, Hara?”
tanyanya pada seseorang di seberang sana.
“Kau sudah membawa bukuku kan?”
temannya di seberang sana balik bertanya.
“Ya. Sudah kubawa. Tenang saja,”
jawab Chemi santai.
“Tidak. Aku tidak bisa tenang. Kau
kan pelupa, Chemi! Coba kau periksa lagi, apa kau benar sudah membawa bukuku.”
“Hei, kau cerewet sekali ya!
Baiklah, akan kulihat. Tunggu sebentar.” Chemi mengempit Samsumg-nya dengan
telinga dan bahunya, sementara dia melepaskan ranselnya dan mulai mencari buku
yang dimaksud. “Sudah kubawa. Benar-benar sudah kubawa, Hara! Kau tahu,
sekarang aku… oh, ya Tuhan!” Chemi terkejut melihat bagian muka ranselnya yang
terbuka. Aku dirampok!?.
“Ada apa, Chemi? Ada apa dengan
bukuku?” tanya Hara.
“Bukumu tidak apa-apa. Ranselku
yang kenapa-kenapa.” Di dalamnya kosong. Tadi
aku masukkan apa di sana? Sesuatu yang berhargakah?
“Kenapa dengan ranselmu?”
“Nanti akan kuceritakan. Tutup
dulu!”
Klik!
Chemi termenung. Masih memikirkan
benda apa yang mungkin dia masukkan ke bagian ranselnya yang terbuka. Duh, kenapa aku jadi pelupa lagi sih?!,
rutuknya kesal sambil
memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Handphone
dan uang kutaruh di saku jeans. Yang kumasukkan ke dalam bagian ranselku yang
terbuka itu adalah… adalah… apa?
Mata Chemi tertuju pada seorang
lelaki yang tampaknya sedang mencari-cari entah apa di depan gerbang masuk
Daejoon Park yang letaknya tidak terlalu jauh dari halte bus itu. Lelaki itu
tampak pucat dan gelisah. Kenapa dia?,
tanya Chemi dalam hati. Wah, dompet di tangannya bagus!
Jangan-jangan akan diberikan pada seseorang yang sedang dicari-carinya itu.
Tapi… sepertinya aku pernah lihat dompet itu. Tiba-tiba, dia menyadari sesuatu.
Itu
dompetku!
***
Kemana
gadis tadi?, tanya
Kiseop sambil mencari-cari gadis pemilik dompet. Oya, kalau tidak salah, dia kan berjalan ke arah halte bus ya? Coba
kucari disana!
Baru saja dia akan berlari menuju
halte, yang dicari tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya. Ditahan tubuhnya
agar tidak menubruk si gadis yang lebih pendek darinya.
“Itu dompetku kan?” tanya si gadis
memastikan. “Dan kau mengambilnya dari ranselku?”
“Ya, ini memang dompetmu. Tapi, aku
tidak mengambilnya. Sungguh!” kata Kiseop sambil mengembalikan dompet itu.
“Tadi aku melihat dompetmu jatuh saat kau melewati taman ini. Jangan berburuk
sangka padaku!”
Si gadis menatap Kiseop tajam.
Diterima dompetnya itu dan langsung dimasukkan ke ransel yang kali ini tidak
lupa ditutup. “Aku harap aku bisa mempercayaimu.”
“Hei, apa aku punya tampang sebagai
pencuri dompet?!”
“Ya. Ada sedikit, kurasa.” Si gadis
melirik Gucci-nya. “Ya Tuhan! Kalau
tidak cepat aku akan terlambat!” serunya, lantas berlari begitu saja menuju
halte, yang kebetulan sudah terparkir bus
yang akan mengangkut orang-orang.
“Hei, kau tidak mengatakan terima
kasih padaku?!” teriak Kiseop saat si gadis berlari. Tak ada jawaban dari gadis
itu karena dia sudah menaiki bus yang ditumpanginya. Sial!, batin
Kiseop kesal. Baru kali ini ada gadis
yang memperlakukannya seperti itu. Apa hari ini aku tidak tampan? Menyebalkan!.
***
“Iya, Oppa. Tahulah!” kata Chemi pada Jungwoon, manager-nya, melalui Samsung-nya. Baru saja dia keluar kampus dan
langsung diingatkan jadwal latihan dance
nanti sore oleh manager-nya itu. “Aku
akan datang tepat waktu,” janjinya sambil melirik Gucci kesayangannya. Masih
tersisa dua jam lagi. “Oppa, tenang
saja! aku… heiii!!!”
Seseorang dengan cekatan menjambret
ransel yang sedang ditentengnya. Si penjambret berlari cepat. Dan Chemi
menyusul si penjambret sambil meneriakinya untuk berhenti. “Kembalikan
ranselku! Kumohon!” teriaknya sambil terus berlari.
Tapi, si penjambret memang tidak
berniat mengembalikannya. Dia malah semakin mengencangkan larinya, membuat
Chemi kelelahan mengejarnya. Saat dia sudah putus asa mengejar penjambret itu,
seseorang dari arah belakangnya berlari kencang. Kelihatannya ingin mengejar
penjambret itu juga.
“Siapa saja namamu…! Tolong aku…!”
teriak Chemi pada orang itu. Chemi memutuskan berhenti berlari. Tanpa
disadarinya, air matanya mengalir perlahan. Kenapa
aku bisa lengah?! Chemi, kau bodoh! Bodoh!, makinya pada diri sendiri.
Tiba-tiba, dia merasa sesuatu yang janggal
dan itu membuatnya tambah cemas. Apa
lelaki itu benar ingin membantuku mengambilkan ranselku? Jangan-jangan dia
hanya orang yang kebetulan sedang tergesa-gesa dan arahnya sama dengan si
penjambret itu! Atau mungkin dia malah teman si penjambret? Ya Tuhan, Chemi…
bisakah kau berpikir jernih sedikit?
***
Sial!
Sial! Sial! Hari ini benar-benar sial! Dua kali sudah aku harus berlari-lari
mengejar penjahat. Kemana polisi di saat genting seperti ini?! Entahlah siapa
lagi gadis yang kutolong kali ini. Kasihan sekali dia, kelelahan mengejar
penjambret itu sendirian!
Kiseop terus menambah kecepatan
larinya. Tanpa disadarinya, si penjambret membawanya ke sebuah lahan kosong.
Kiseop menghentikan larinya begitu si penjambret sudah menatapnya dengan wajah
sombong. “Apa yang kau cari, anak muda?” tanya si penjambret, galak.
“Tentu saja ransel itu! Cepat
berikan padaku!” jawab Kiseop tak kalah galaknya.
“Jangan ikut campur!”
Si penjambret mulai menyerang
Kiseop. Sebuah tonjokan mendarat di pipinya karena kurang cekatan mengelak.
Emosi Kiseop meluap. Dibalas tonjokan itu pada si penjambret. Keduanya terlibat
perkelahian seru selama beberapa saat sampai akhirnya Kiseop berhasil membuat
si penjambret tersungkur tidak berdaya.
“Kuperingatkan kau untuk tidak
menjahati orang lain lagi!” serunya dengan napas terengah-engah karena lelah.
Diambil ransel itu dan melangkah keluar dari tempat itu.
Si penjambret rupanya tidak terima
dikalahkan Kiseop. Dengan langkah tertatih, si penjambret berlari menghampiri
Kiseop dan menghujamkan pisau lipat ke punggungnya.
Kiseop berteriak kesakitan. Dia
sama sekali tidak menduga akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu.
Lelaki itu langsung ambruk, sementara si penjambret meninggalkannya setelah
mencabut pisaunya terlebih dahulu.
***
Hei,
jalanan ini terasa aneh sekali!, batin Chemi sambil menyusuri jalan
yang tadi dilalui si penjambret. Setelah terdiam beberapa saat karena syok atas
apa yang baru terjadi padanya, Chemi memutuskan untuk mengejar kembali
penjambret itu. Dari awal dia menyusuri jalan, dia tidak menemukan satu pun
cabang jalan. Suasana di sekitarnya pun sepi. Tidak ada rumah penduduk, warung,
atau tanda-tanda kehidupan lainnya. Aku
akan kemana ini?, tanyanya
mulai resah.
Sampai akhirnya dia sampai ke
sebuah lahan kosong. Matanya terbelalak melihat sesosok lelaki pingsan di sana
dengan punggung berlumuran darah. Dengan tubuh gemetar, dia mengecek denyut
nadi lelaki itu. Masih hidup!
Buru-buru dia menelepon rumah sakit untuk segera mengirimkan ambulans.
Seharusnya
aku melihat pelakunya saat aku kemari. Tapi, tidak ada orang lain yang berjalan
berlawanan arah denganku.
Chemi memperhatikan tempat itu dengan serius. Ada sebuah jalan kecil di sebelah
kanan tempat itu. Mungkin dia kabur lewat
sana.
Chemi berjongkok di samping lelaki
itu dan menyibak rambut yang menutupi wajahnya. Hei, dia bukannya orang yang mengembalikan dompetku tadi pagi!?,
batinnya terkejut
setelah mengenali lelaki itu. Jangan-jangan
dia juga membantu mengambil ranselku! Matanya kembali mengedari
sekelilingnya. Benar saja! Ranselnya dipegang lelaki itu dalam dekapannya.
Hati Chemi merasa trenyuh. Tanpa
sadar, lagi-lagi air matanya mengalir begitu saja di pipinya. Digenggam tangan
lelaki itu yang mulai mendingin. “Kuharap, bertahanlah! Bertahanlah! Aku ingin
berterima kasih padamu…” kata Chemi sambil terisak.
***
Kiseop silau dengan cahaya putih
yang dilihatnya. Ada dimana aku sekarang?,
tanyanya. Setelah bisa
membiasakan matanya dengan cahaya putih, yang diketahuinya berasal dari lampu,
dia memperhatikan ruangan itu dengan kening berkerut. Apa aku ada di rumah sakit?
Dia terkejut begitu menyadari
adanya sosok gadis yang tertidur menelungkupkan wajahnya di dekat lengannya. Apa dia yang menolongku? Siapa dia?
Tiba-tiba,
Kiseop meringis kesakitan. Punggungnya terasa perih. Dia mencoba untuk
menyandarkan tubuhnya.
Si gadis menggeliat dalam tidurnya
karena merasakan getaran ranjang yang dibuat Kiseop. Gadis itu menguap
sebentar, lalu menatap Kiseop dengan mata sayu. “Akhirnya, kau sudah sadar
juga!” serunya dengan suara bersahabat.
Kiseop kembali terkejut begitu
menyadari siapa gadis itu. Dia kan gadis
yang kutolong tadi pagi! “Jadi, ransel itu punyamu?” tanya Kiseop dengan
nada tidak percaya. Si gadis mengangguk pelan. Kiseop menghela napas berat.
“Kasihan sekali nasibmu! Dua kali berturut-turut dapat bencana dalam sehari,”
katanya bermaksud bercanda.
“Ya, hari ini aku memang sangat
kasihan,” jawab si gadis dengan nada sedih. “Kau juga kasihan. Karena telah dua
kali membantuku. Dan yang ini kau malah terluka. Maafkan aku…”
“Tidak ada yang perlu dimaafkan.
Aku baik-baik saja,” kata Kiseop sambil tersenyum menenangkan. “Jadi, sudah
berapa lama aku di sini?”
“Berjam-jam, kurasa. Sekarang saja
sudah jam sepuluh malam.”
“Lalu, kenapa kau masih berada di
sini? Jam besuk kan sudah lewat.”
“Tenang saja! Aku mengaku sebagai
adikmu pada suster yang jaga. Jadi, aku bisa bebas menemanimu sampai kau
sadar.”
Hati Kiseop trenyuh dengan
kata-kata gadis itu. Tidak disangka bahwa gadis itu bisa baik padanya. “Terima
kasih…” katanya dengan suara pelan.
“Tidak. Aku yang terima kasih…”
balas si gadis. Keduanya diam sesaat sambil saling pandang satu sama lain.
Sampai akhirnya, si gadis bangkit dari kursinya. “Hubungilah keluargamu untuk
menggantikanku menjagamu. Sudah saatnya aku pulang. Manager-ku pasti sangat marah karena hari ini aku tidak datang
latihan.”
Dahi Kiseop mengerut. “Manager? Kau artis?” tanyanya.
Si gadis mengangguk mantap.
“Sebentar lagi. Debut grupku akan dimulai dalam waktu dekat. Yah… dua tiga
bulan mungkin.” Si gadis mengambil ranselnya yang berada di atas meja. “Apa
sebaiknya aku yang menelepon keluargamu?”
“Tidak usah. Aku bisa sendiri,”
tolak Kiseop cepat.
“Baiklah. Jaga dirimu baik-baik.”
“Ya, terima kasih. Hei, sebelum kau
pergi, bisakah kita berkenalan sebentar?”
Si gadis tertawa kecil. Dia kembali
mendekati Kiseop, lalu menjulurkan tangannya. “Namaku Kim Young Won. Tapi,
panggil aku Chemi karena akan kupakai nama itu saat aku debut nanti.”
Kiseop tersenyum geli mendengarnya.
“Nama yang lucu,” komentarnya, lalu menjabat tangan Chemi. “Namaku Lee Ki Seop.
Panggil saja Kiseop.”
“Rasa-rasanya aku pernah mendengar
nama itu.”
“Kau berkhayal!” sahut Kiseop
cepat. “Cepat pulanglah! Sudah larut. Nanti kau dijambret lagi!”
“Kau menyumpahiku?!” seru Chemi.
“Tidak. Hanya mengkhawatirkanmu. Dan
sepertinya kau ini tipe orang yang ceroboh.”
“Hei, kau baru pertama kali ini
bertemu denganku hari ini! Jangan menilaiku secepat itu,” kata Chemi kesal.
“Tenang saja, aku sudah meminta manager-ku
untuk menjemputku.”
Kiseop kembali tersenyum sambil diam-diam
menghela napas lega. “Baguslah.”
“Aku pergi dulu. Selamat tinggal!”
pamitnya sambil membuka pintu ruangan itu.
“Selamat jalan, Chemi! Semoga kita
bisa bertemu lagi,” harap Kiseop.
Chemi tersenyum mendengarnya. “Ya,
dan semoga aku tidak sial lagi saat bertemumu nanti.”
***
-THE END-
04.03.2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar