Main Cast:
-
C-REAL’s Ann J a.k.a Yeoyoon
-
U-KISS’s Dongho
-
U-KISS’s Kiseop
***
Yeoyoon tak menyangka bisa berdiri berhadapan dengan
lelaki yang sangat dikaguminya itu saat ini. Dan mendengar ajakan lelaki itu
untuk makan malam bersama nanti malam membuatnya senang. Sangat senang. “Oppa mengajakku makan malam bersama
nanti malam?” tanyanya untuk memastikan apa yang didengarnya tadi bukan
khayalannya semata.
Kiseop mengangguk mantap sambil tidak lupa mengumbar
senyumannya yang bisa melelehkan hati para gadis, termasuk gadis di hadapannya
itu. “Ya,” jawabnya singkat. “Apa kau tak mempercayaiku?”
Buru-buru, Yeoyoon menggelengkan kepalanya. “Tidak.
Jangan berpikir negatif dulu, Oppa!
Aku hanya… hanya… terkejut dengan ajakanmu itu,” akunya sambil menundukkan
wajahnya yang tiba-tiba dirasakannya memanas. Merahkan wajahku saat ini? Batinnya bertanya. Tak lama kemudian,
gadis itu kembali menatap Kiseop. Kali ini dengan tatapan menyelidiki. “Tapi,
kenapa kau memintaku? Maksudku, Oppa
dan aku tidak terlalu akrab dibandingkan Oppa
dengan Jihwa Eonni, Minji, dan Hana Eonni. Dan mereka… lebih cantik dariku.
Kenapa kau memintaku, Oppa?”
Kiseop yang sudah menduga sebelumnya bahwa Yeoyoon
akan menayakan hal itu pun sudah menyiapkan jawabannya. “Aku sudah bosan dengan
mereka. Terkadang mereka hanya menggangguku saja dengan percakapan yang
membosankan.” Ditatap Yeoyoon lekat-lekat, seolah-olah ingin menaklukan gadis
itu dengan tatapannya. “Jadi, kau mau kan menemaniku makan malam?”
Yeoyoon tak langsung menjawab. Dia terdiam sejenak,
seperti sedang menimbang-nimbang jawaban apa yang akan diberikannya. Akhirnya,
gadis itu tersenyum lebar sambil mengangguk. “Aku mau, Oppa!”
Tanpa diduganya, Kiseop mengacak-acak rambutnya pelan.
Membuat semburat merah muda muncul di kedua pipinya. Kiseop yang menyadari itu
hanya tersenyum. Berhasil sudah rencananya. “Bagus! Kutunggu kau di D’First
Restaurant pukul tujuh malam nanti. Oke?”
Sekali lagi, Yeoyoon mengangguk. Sungguh, hatinya saat
ini sangat bahagia sekali.
***
“Yeoyoon!” panggil Dongho, menghentikan langkah teman
dekatnya itu di gerbang sekolah. Dia berlari menghampiri Yeoyoon yang
menunggunya di sana. “Kenapa kau tidak menungguku? Kau tidak ingin pulang
bersamaku?” tanyanya.
Yeoyoon menepuk dahinya cukup keras. Dia lupa akan hal
itu. Padahal setiap hari mereka selalu pulang sekolah bersama karena letak
rumah mereka yang cukup dekat. “Maaf, Dongho! Aku lupa. Sungguh!” akunya dengan
wajah penuh penyesalan. “Ayo, kita jalan!” ajaknya, lalu mereka berjalan
bersama.
“Tumben sekali kau lupa. Ada apa?” tanya Dongho
penasaran.
“Apanya?” tanya Yeoyoon tak mengerti sambil matanya
terus menatap jalan di depannya. Pikirannya masih memikirkan acara makan malam
bersamanya dengan Kiseop.
“Kenapa kau bisa lupa kalau kita setiap hari pulang
bersama?” Dongho memperjelas pertanyaannya tadi. Dia bisa merasakan ada yang
berbeda dengan Yeoyoon hari ini. Bukan Yeoyoon yang biasanya. Istirahat tadi
pun Dongho tidak menemukannya di kelas.
Tiba-tiba, Yeoyoon menghentikan langkahnya dan
memegang tangan Dongho erat, membuat langkah lelaki itu ikut terhenti. Yeoyoon
menatap Dongho lekat-lekat. “Ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu,”
akunya dengan nada serius.
Dongho mengerut dahinya, bingung dengan sikap Yeoyoon.
“Katakan saja,” katanya kemudian.
Yeoyoon terdiam sejenak, lalu berkata, “Kiseop Oppa… dia mengajakku makan malam hari
ini,” membuat mata Dongho membola lebar karena terkejut.
“Kiseop Hyung?
Lee Ki Seop?” tanya Dongho memastikan yang langsung dijawab Yyeoyoon dengan
anggukan mantap. “Ada apa dengannya? Aneh sekali. Kalian tidak pernah terlihat
mengobrol dan tiba-tiba dia mengajakmu makan malam?!”
“Aku tahu kalau ini terdengar aneh. Dongho, aku butuh
bantuanmu.”
Ganti Dongho yang terdiam sejenak. Diperhatikan raut
wajah Yeoyoon saat itu yang sangat memohon padanya. Tidak tega untuk mengatakan
tidak, lelaki itu pun mengangguk. “Baiklah, apa yang perlu kubantu?” tanyanya
dengan nada acuh.
Diam-diam, Yeoyoon menghela napas lega mendengar
persetujuan Dongho. “Kau tahu kan kalau Eomma-ku
tak akan mengijinkanku pergi malam-malam, kecuali jika aku pergi dengan orang
yang Eomma-ku kenal. Dan kurasa, aku
tidak akan mendapatkan izinnya nanti malam karena Eomma-ku tidak mengenal Kiseop Oppa.
Tapi, aku sangat ingin sekali makan malam bersamanya. Kau pun tahu kalau selama
ini aku sangat mengaguminya.”
Dongho sudah bisa memperkirakan apa yang akan diminta Yeoyoon
padanya. “Lalu?” tanyanya singkat.
“Jadi, bisakah kau menjemputku nanti malam? Katakan
saja bahwa kita akan pergi ke toko buku. Eomma
sangat mengenalmu karena kita sering belajar bersama dan kurasa Eomma bisa mempercayaimu. Bagaimana?”
“Kau memintaku untuk membohongi Eomma-mu?”
“Yaaa… kurang lebih seperti itu. Hanya kali ini saja,
janji! Ayolah, tolong bantu aku!” rajuk Yeoyoon dengan wajah memelas. Dia tahu
sekali kalau Dongho tidak akan tega menolaknya jika dia sudah merajuk. Dan kali
ini pasti lelaki itu akan mengabulkan keinginannya.
Benar saja! Dongho mengangguk pelan.
***
“Kau dimana, Dongho?!” tanya Yeoyoon pada Dongho di
seberang sana melalui hand phone-nya.
Jam sudah menunjukkan pukul 18.30. Hampir jam tujuh, namun Dongho tak datang
juga menjemputnya. “Kau tidak melupakan rencana kita kan?”
“Aku ingat, Nona,” jawab Dongho singkat dengan nada
malas. “Dan aku sudah berada di gerbang rumahmu. Tunggu saja!”
Mendengar
jawaban itu, Yeoyoon segera memutuskan telepon mereka dan buru-buru menuju
jendela kamarnya yang berada di lantai dua, untuk memastikan Dongho benar-benar
sudah sampai di rumahnya. Dan dia bersorak pelan setelah melihat lelaki itu
sedang disambut Eomma-nya.
Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk seseorang. Pasti Eomma! Tebaknya.
“Dongho datang,” kata Eomma setelah pintu dibukakan Yeoyoon. “Kalian akan pergi ke toko
buku?” tanya beliau.
“Ah! Iya, Eomma!
Aku lupa bilang pada Eomma,” jawab Yeoyoon
berbohong dan pura-pura lupa. “Tolong bilang Dongho untuk menungguku sebentar
ya, Eomma! Aku belum siap-siap.”
“Baiklah. Jangan pulang larut malam ya!” pesan Eomma sebelum meninggalkan putrinya.
“Iya!” seru Yeoyoon sambil tersenyum. Kiseop Oppa, tunggu aku!
***
Yeoyoon cukup kaget saat melihat Dongho datang dengan
motornya. Sampai saat ini dia tidak pernah melihat Dongho mengendarai motor.
Dan dia agak ragu-ragu saat duduk di motornya. “Kau yakin kau bisa mengendarai
dengan baik?” bisiknya sebelum mereka pergi meninggalkan rumahnya.
Dongho tertawa di balik helm full face-nya. “Tenang saja, kita akan sampai dengan keadaan
baik-baik saja di sana,” jawabnya menenangkan, lalu mulai menjalankan motornya.
Perjalanan menuju restaurant
yang dimaksud tidak memakan waktu yang lama. Setengah jam kemudian mereka
berdua sudah sampai. Yeoyoon melirik jam tangannya, lalu mengomel. “Aku telat
lima menit!” serunya kesal sambil mengembalikan helm Dongho yang sengaja
dibawakan lelaki itu untuk dipakainya.
“Salahmu sendiri kenapa terlalu lama berdandan!” seru
Dongho.
“Ini kan pertemuan penting yang mungkin tak akan
terulang lagi. Tentu saja aku harus berdandan secantik mungkin,” kata Yeoyoon
membela diri. “Aku sudah cantik kan?” tanyanya sambil berputar kecil di hadapan
Dongho.
Dongho terdiam sejenak, mengagumi sosok Yeoyoon yang
malam ini memang terlihat lebih cantik dari biasanya. Kemudian, lelaki itu
menghela napas berat karena sadar Yeoyoon melakukan itu untuk orang lain, bukan
untuknya. “Cukup cantik,” jawabnya malas-malasan.
“Benarkah?” tanya Yeoyoon lagi, kali ini dengan nada
suara kecewa. Dongho hanya mengangguk dan Yeoyoon hanya cemberut menanggapinya.
“Ya sudah, kau pulang sana! Nanti kau kutelepon untuk menjemputmu.”
“Hei, kau pikir aku pembantumu?! Hei, Jo Yeo Yoon, aku
ini hanya ingin membantumu! Jangan seenaknya kau menyuruhku!” seru Dongho
kesal.
“Tentu saja kau bukan pembantuku. Kau jangan berpikir
seperti itu! Kau…”
“Tahulah! Aku pulang!”
Yeoyoon hanya terdiam sambil menatap sosok Dongho yang
sedikit demi sedikit hilang dari pandangannya. Gadis itu tidak mengerti mengapa
Dongho bisa sesensitif ini. Sudahlah, Yoon,
lupakan tentang Dongho sebentar. Ada seseorang yang menunggumu di dalam sana,
batin Yeoyoon mengingatkan.
***
“Bagaimana makan malam kita?” tanya Kiseop saat mereka
selesai menyantap makanan mereka.
“Makanannya enak, Oppa!
Seleramu sangat tinggi,” jawab Yeoyoon sambil tersenyum.
Kiseop tertawa kecil mendengar jawaban polos gadis
yang duduk di hadapannya itu. Tanpa ragu, digenggamnya tangan Yeoyoon dan
mengelusnya dengan lembut. Membuat pipi gadis itu bersemu merah. “Malam ini kau
terlihat beda, Yeoyoon,” katanya dengan suara tajam.
“M-maksud Oppa…?”
Karena terlalu gugup, Yeoyoon bahkan tidak bisa menyelesaikan pertanyaannya.
Jantungnya berdetak kencang selama Kiseop memegang tangannya. Kenapa aku bisa seperti ini? Ya Tuhan,
kenapa lelaki ini sangat keren sekali? “Apa… apa aku terlihat jelek?”
Lagi-lagi Kiseop tertawa, lalu buru-buru menggeleng
kepalanya. “Bukan, bukan itu maksudku!” sahutnya cepat. Matanya menatap wajah
Sasha lekat-lekat. “Kau… sangat cantik.”
Mata Yeoyoon membola. Tidak percaya dan bahagia
mendengarnya. Aku sangat cantik? Tapi,
Dongho bilang aku hanya cukup cantik.
“Yeoyoon,” panggil Kiseop, membuat lamunan Yeoyoon
buyar. “Maukah kau menemaniku ke pesta ulang tahun temanku sekarang?” tanyanya
membuat dahi Yeoyoon berkerut.
Spontan gadis itu melirik jam tangannya. Sudah jam
delapan malam. Ini sih belum larut. Mungkin aku bisa menyetujuinya. “Boleh,
tapi hanya sampai jam sembilan ya, Oppa?
Lewat dari jam itu…”
“Kau akan dimarahi Eomma-mu
kan?” Yeoyoon mengangguk malu-malu. Kiseop hanya tersenyum. Dia sudah menduga
akan susah bagi gadis itu untuk bisa keluar malam. “As you wish, dear. Kita akan pulang sebelum jam sembilan,” katanya
menyetujui permintaan Yeoyoon. Kiseop berdiri dari mejanya sambil menarik
tangan Yeoyoon pelan. “Ayo, kita pergi!”
***
Dahi Yeoyoon mengerut bingung saat mereka sudah sampai
ke tempat tujuan. Rumah yang mereka tuju adalah sebuah rumah tua dan jauh dari
permukiman penduduk. Gadis itu menoleh pada Kiseop yang duduk di sampingnya. “Itu
rumah temanmu, Oppa?” tanyanya
memastikan.
“Benar,” jawab Kiseop singkat, lalu mencabut kunci
dari starter mobilnya. “Ayo, turun!
Mereka pasti sudah menunggu kita,” katanya yang langsung dituruti Yeoyoon.
Yeoyoon merasa keputusannya untuk datang ke tempat itu
adalah keputusan yang salah. Entah bagaimana perasaan itu bisa dirasakannya.
Seiring langkahnya mendekati rumah itu, perasaannya semakin kuat. “Oppa… aku takut…” akunya sambil refleks
menggenggam tangan senior-nya itu.
Kiseop terdiam sambil memandangi Yeoyoon dengan
tatapan bingung. Namun, detik kemudian, lelaki itu memeluk bahu Yeoyoon dan
tersenyum. “Kenapa takut? Kan ada aku,” katanya menenangkan.
Dan akhirnya, mereka sudah tiba di dalam rumah dan
bertemu dengan dua orang lelaki yang sedang asik tertawa. Yeoyoon mengenali
mereka. Eli dan Jaeseop, teman dekat Kiseop sekaligus senior-nya di sekolah. Kedua lelaki itu spontan terdiam dan
tersenyum pada Yeoyoon saat Kiseop menyalami mereka satu per satu.
“Katamu ada pesta, Oppa.
Tapi, kenapa tempat ini sepi sekali?” tanya Yeoyoon sambil melihat keadaan
sekelilingnya. Rumah itu hanya diterangi lampu remang-remang. Di lantai dua
malah terlihat sangat gelap. Pesta apa
yang suasananya gelap-gelapan begini? batinnya bertanya.
“Kalian berdua melewatkan pestanya,” Eli yang menjawab
sambil berjalan meninggalkan mereka. Entah mau kemana.
“Pestanya sudah selesai?” tanya Yeoyoon bingung.
“Kalau begitu, ayo, kita pulang, Oppa!”
ajaknya sambil menarik tangan Kiseop, namun, detik itu pun senior-nya itu balas menarik tangannya sehingga tubuhnya tertarik
ke arah Kiseop dan sukses menubruk dada bidangnya.
“Kenapa buru-buru, Manis?” tanya Jaeseop sambil
berjalan mendekati Yeoyoon dan membelai pipinya. “Kau tahu, pesta yang lainnya
baru saja akan dimulai.”
Jantung Yeoyoon berdetak cepat. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Saat dirinya menatap Kiseop
untuk meminta penjelasan, lelaki itu hanya tersenyum. “Aku mau pulang. Aku
tidak mau ikut pesta apapun,” katanya dengan suara bergetar. Terdengar jelas
kalau dirinya sedang ketakutan. “Kiseop Oppa,
tolong antar aku pulang!”
“Ops! Sayang sekali, Nona. Pintunya sudah kukunci.” Tiba-tiba,
Eli sudah bergabung dengan mereka lagi sambil menggoyang-goyangkan kunci di
tangannya. “Kau tidak bisa kemana-mana.”
Yeoyoon segera melepaskan dirinya dari Kiseop dan
berlari menuju pintu. Dia tahu bahwa usahanya untuk membuka pintu itu sia-sia,
namun, dia terus saja mendobrak-dobrak pintu sambil berteriak. Air mata mulai
mengalir. Pikiran-pikiran buruk terhadap apa yang akan dilakukan tiga lelaki
itu terhadapnya mulai berdatangan. Membuatnya semakin takut.
Tiba-tiba, Kiseop menarik bahu gadis itu dan
membalikkan tubuhnya agar menghadapnya. “Percuma kau berteriak. Tidak akan ada
yang mendengarkanmu. Kau lihat sendiri tadi tidak ada rumah lain selain rumah
ini di daerah ini,” katanya.
Yeoyoon merasakan kedua tangannya diikat kuat-kuat
sementara mulutnya ditutup oleh lakban. Sekuat apapun gadis itu meronta saat
tubuhnya dibawa paksa ke sebuah ruangan gelap, tentu tidak bisa mengalahkan
kekuatan tiga senior-nya itu. Dia
tidak henti-hentinya mengisak dan tetap berteriak walaupun dalam kondisi mulut
tertutup.
Saat bajunya hendak dibuka Eli, seseorang menarik
tubuh lelaki itu dan menonjoknya hingga tersungkur. Orang itu terlibar
perkelahian dengan Jaeseop dan Kiseop. Tiga lawan satu, tentu saja orang itu
cukup kewalahan. Namun, rupanya, orang itu bisa mengatasinya dengan baik,
walaupun harus mengalami babak belur juga. Cukup lama perkelahian berlangsung,
akhirnya tiga lelaki itu jatuh pingsan.
Walaupun orang itu sudah menyelamatkannya, Yeoyoon
tetap merasa waspada saat dia berjalan mendekatinya. Orang itu melepaskan
ikatan di tangannya setelah menyadari tangan Yeoyoon terikat berkat datangnya
sedikit cahaya dari luar ruangan.
“S-si… siapa kau?!” tanya Yeoyoon masih penuh
ketakutan setelah membuka lakban di mulutnya dengan tangannya sendiri.
Terdengar tawa kecil dari orang itu. “Ini aku, Dongho.”
Yeoyoon segera memeluk lelaki itu erat-erat sambil
menumpahkan tangis penuh kelegaannya. Gadis itu merasa aman dengan kehadiran
sahabatnya itu sekarang. Karena dia tahu sekali, lelaki itu akan melindunginya
dan tidak akan melukainya.
***
“Sudah, berhentilah menangis!” pinta Dongho pada
Yeoyoon saat mereka berada di sebuah taman umun yang letaknya cukup dekat
dengan rumah gadis itu. Sepanjang perjalanan pulang pun Yeoyoon tidak
henti-hentinya mengisak. Rupanya, kejadian itu sangat membekas sekali padanya.
Dongho pun tidak tega melihatnya. “Jangan sampai eomma-mu mengira kau menangis
karenaku!”
Mendengar itu, buru-buru Yeoyoon menghapus air
matanya. Kalau Eomma sampai marah pada
Dongho gara-gara aku, aku tidak akan bisa bebas berteman dengannya!
Batinnya. Tiba-tiba, gadis itu menggenggam tangan Dongho erat sambil tersenyum
lemah. Matanya sembab dan masih terlihat duka di sana. “Terima kasih, Dongho…”
katanya tulus. “Kau pahlawanku malam ini.” Dongho hanya terkekeh sambil
mengacak-acak pelan rambut Yeoyoon dengan tangan yang satunya. “Tapi, kenapa
kau tahu kalau aku ada di rumah itu?” tanyanya kemudian dengan dahi mengerut,
bingung.
“Sebenarnya, aku tidak pulang ke rumah saat kau
menyuruhku. Aku hanya pergi ke mini
market untuk membeli makanan dan balik lagi ke restaurant itu untuk menunggumu,” akunya yang membuat mata Yeoyoon
membola, tak percaya.
“Kau menungguiku di sana? Tapi, kenapa aku tidak
melihatmu?”
“Aku sengaja bersembunyi. Aku khawatir padamu karena
pergi berdua dengan lelaki yang sebelumnya bahkan tidak pernah dekat denganmu. Saat
aku melihat kalian keluar restaurant
dan pergi entah kemana, kuputuskan untuk membututi kalian. Kupikir, Kiseop Hyung akan mengantarmu ke rumahmu.
Ternyata, dia membawamu ke tempat tadi. Saat itu aku yakin sekali kalau dia punya
maksud jahat padamu. Dan firasatku menguat saat kulihat Eli Hyung menutup pintu rumah itu. Dan…”
Dongho tidak tega melanjutkan ceritanya lagi karena menyadari gadis di
sampingnya itu menunduk dan dia bisa melihat air matanya terjatuh ke roknya.
“Seharusnya aku tidak menyetujui rencanamu tadi siang,” katanya penuh
penyesalan.
Buru-buru Yeoyoon menggeleng. “Bukan. Ini semua
salahku,” katanya di sela isaknya yang mulai terdengar kembali. “Aku terlalu
buta dengan pesonanya sehingga aku mau saja menyetujui apa yang dia mau. Aku
bodoh! Sangat bodoh!”
“Sudahlah, Yoon. Itu sudah berlalu kan? Percuma saja
kau terus mengingatnya lalu menyalahi dirimu sendiri seperti itu. Kau harus move on, ok?”
Yeoyoon mengangguk lemah. “Kau akan terus melindungiku
kan? Tidak akan menyakitiku kan?”
Dongho tidak langsung menjawab. Dia menatap sahabat
yang amat disayanginya itu lekat-lekat. Andai
saja kau tahu perasaanku yang sebenarnya padamu, Yoon… batin Dongho
berandai-andai. Akhirnya, lelaki itu mengangguk. “Ya, aku akan melindungimu dan
tidak akan menyakitimu. Janji!” serunya sambil mengacungkan jari kelingkingnya
yang langsung disambut dengan jari kelingking Yeoyoon. Jari mereka saling
mengait sebagai tanda bahwa Dongho tidak akan mengkhianati janjinya.
***
-THE END-
14.11.12
Note: cerita ini terinspirasi dari adegan bullying dalam film Don't Cry Mommy yang diperankan oleh Dongho .__.v Enjoy! =)